Mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Negeri Papua (Unipa) kembali melakukan unjuk rasa di depan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Jakarta (02/11). Sekitar 40 mahasiswa peserta unjuk rasa menuntut agar Menteri Ristekdikti turun tangan langsung agar permasalahan pemberhentian perkuliahan sepihak di FK Unipa dapat segera diselesaikan. Dalam unjuk rasa kali ini para mahasiswa FK Unipa tidak sendiri, mereka mendapat dukungan dari mahasiswa FK universitas lain dalam unjuk rasa tersebut.
Sebelumnya, pada 25 Oktober 2017, mahasiswa FK Unipa juga sempat melakukan aksi serentak di dua kota yaitu Jakarta dan Sorong. Di Jakarta, perwakilan mahasiswa FK Unipa berunjuk rasa di depan Gedung Kemenristekdikti dengan melakukan aksi teatrikal. Di Sorong, para mahasiswa FK Unipa lainnya melakukan long march hingga Kantor DPRD Kabupaten Sorong. 8 orang perwakilan mahasiswa FK Unipa yang berunjuk rasa di Jakarta, mendapat dukungan dari mahasiswa FK universitas lain, diantaranya dari FK Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Jakarta, Universitas Bina Nusantara, Universitas Katolik Indonesia, dan Universitas Trisakti. Sementara mahasiswa FK Unipa yang berunjuk rasa di Sorong, mendapat dukungan dari mahasiswa Politeknik Katolik Saint Paul, Himpunan Mahasiswa Islam, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dengan jumlah massa sekitar 200 orang. Aksi long march tersebut dilakukan dari Kantor Distrik Aimas ke Gedung DPRD Kabupaten Sorong.
Menindaklanjuti unjuk rasa serentak yang dilakukan mahasiswa FK Unipa di dua kota tersebut, Kemenritekdikti melakukan pertemuan dengan pihak Universitas Papua, Universitas Indonesia, dan pihak pemerintah provinsi Papua Barat yang dilakukan di Hotel Atlet Century, Jakarta Pusat tanggal 01 November 2017. Dari hasil pertemuan tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Dana dari pemerintah provinsi sudah dikirimkan ke pihak UNIPA. Namun, untuk mengirimkan dana ke pihak FK UI dibutuhkan kelengkapan administrasi yang masih dalam proses dan memakan waktu hingga satu satu dua hari ke depan. Dana pengampuan akan dikirimkan ke FK UI selambat-lambatnya pada minggu berikutnya;
2. Menunggu pencairan dana dari pihak UNIPA, UI akan meminjamkan dana untuk melakukan segala persiapan perkuliahan yang dijadwalkan akan kembali aktif pada tanggal 07 November 2017;
3. Pada tanggal 07 November 2017 dijadwalkan akan ada kuliah umum dari Gubernur Papua Barat, namun masih disesuaikan dengan jadwal Gubernur Papua Barat;
4. Asisten pengampuan dari FK UI dijadwalkan akan berangkat pada hari Kamis, 02 November 2017
5. Seluruh mahasiswa FK UNIPA diharapkan ke kampus untuk membantu rekondisi sarana dan prasarana di kampus;
6. Akan ada surat himbauan atau disiarkan melalui RRI oleh UNIPA untuk menghimbau seluruh mahasiswa untuk kembali ke Sorong. Mahasiswa juga diharapkan untuk menyampaikan pesan ini melalui jaringan komunikasi di setiap angkatan.
Indah Ein Fajarwati, selaku Ketua BEM FK Unipa mengapresiasi keputusan tersebut, namun ia tetap berkomitmen mengawal proses tersebut agar perkuliahan benar-benar terlaksana.
“Selama 1 tahun mahasiswa FK Unipa sudah terlantar karena perkuliahan dihentikan. Sudah beberapa kali pula janji pelaksanaan perkuliahan diberikan, namun tidak kunjung terealisasi. Kami sangat mengharapkan keputusan Menristekdikti kemarin benar-benar ditindaklanjuti hingga perkuliahan terlaksana,” ujarnya.
Menanggapi persoalan tersebut, Charlie Albajili, pengacara publik LBH Jakarta yang mendampingi mahasiswa FK UNIPA menyatakan, bahwa sudah menjadi kewajiban hukum pemerintah untuk menyediakan dana operasional pendidikan tinggi melalui APBN dan APBD.
“Sudah seharusnya keputusan tersebut dibuat karena Pemerintah melalui Kemenristekdikti adalah pemegang tanggung jawab untuk mengordinasikan penyelenggaraan Pendidikan Tinggi sebagaimana diamanatkan UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi. Malahan penelantaran terhadap mahasiswa FK Unipa selama 1 tahun kemarin merupakan bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintah,” jelas Charlie.
Lebih lanjut, LBH Jakarta mendorong berbagai pihak terkait kasus tersebut, termasuk Ombudsman dan Komnas HAM untuk mengawasi proses pengaktifan kembali FK Unipa.
“Jangan sampai kejadian serupa terulang lagi hanya karena pengelolaan dana pendidikan yang buruk. Pemerataan akses pendidikan bagi setiap orang, termasuk bagi masyarakat Papua merupakan kewajiban pemerintah dalam Instrumen HAM dan konstitusi. Putra-putri Papua juga berhak untuk meraih cita-citanya untuk menjadi dokter,” tutup Charlie.