Sepanjang tahun 2016, Tim Koalisi Pakar Independen yang terdiri atas gabungan para ahli dari LIPI, Rujak Center for Urban Studies, KNTI, LBH Jakarta, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia menyusun laporan untuk menganalisa dan krisis ekologi dan kebencanaan Teluk Jakarta dari berbagai disiplin ilmu. Tim Koalisi Pakar Independen bekerja sama dengan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengadakan diskusi dan peluncuran Laporan “Selamatkan Teluk Jakarta”. Bertempat di Gedung Bundar Widya Graha LIPI, Lantai 6, Jln.Gatot Subroto 10, Jakarta. Seperti diketahui, reklamasi memiliki dampak yang sangat besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, akan ada banyak dampak buruk bagi lingkungan di sekitar pembangunan pulau reklamasi.
Reklamasi bukan merupakan jawaban atas penanggulangan banjir di Jakarta seperti yang dikatakan pemerintah. Menurut Peneliti RUJAK Marco Kusumawijaya adalah kesalahan soal memahami kebutuhan ruang untuk menampung bertambahnya populasi. Karena fungsi ruang bukan hanya untuk menampung kebutuhan manusia. Kesalahan faktual menurut Marco adalah, pertumbuhan penduduk di jakarta sebenernya lebih menurun. Jumlah absolut juga menurun sebenarnya.
“Kesalahan yang bilang jika penduduk bertambah, kebutuhan ruang juga bertambah. Fungsi ruang bukan hanya untuk menampung manusia. Tapi juga untuk keperluan lain pertanian, ruang hijau, dan lainnya,” jelasnya.
Kesalahan berikutnya, menurut Marco adalah adanya anggapan bahwa ketika kehabisan tanah, diperbolehkan untuk mengambil alih laut.
“Dampak dari bertambahnya daratan juga berkurangnya laut. Dimana ini berdampak kepada banyak hal, misal spesies ikan, ekosistem dan lainnya,” paparnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ), Tigor Hutapea menekankan pentingnya keberadaan KLHS (kajian lingkungan hidup strategis) sebagai kajian akademik secara teknis, ekonomi sosial, lingkungan dan pelibatan masyarakat di teluk Jakarta yang kemudian dijadikan dasar penyusunan RZWP3K. RZWP3K sangat penting untuk memberikan perlindungan dan menghindari konflik pengelolaan wilayah kelautan dan pesisir. Selain itu juga, belum ada KLHS yang menjadi pedoman untuk membuat Amdal.
“Kita gak ada KLHS dan rencana Zonasi. Tapi izin langsung lokasi dan amdal. Amdal yang bahkan kurang jelas dan parsial. Ini tidak jelas buat apa, pasir ambil dari mana, limbah dibuang kemana. Ini akan berdampak terhadap lingkungan sekali memang,” jelas Tigor yang juga merupakan deputi hukum KIARA.
Reklamasi, lanjut Tigor juga berdampak terhadap ruang hidup nelayan. Saat ini, di Teluk Jakarta terdapat sekitar lebih dari 10.000 orang.
Alan Koropitan, Akademis dari IPB mengatakan reklamasi 17 pulau akan menghambat pencucian (flusing) air laut di pesisir akibatnya meningkatkan sedimentasi logam berat dan limbah lainnya. Akibatnya, tingkat pencemaran di wilayah Teluk Jakarta semakin tinggi. Tutupan pulau juga menimbulkan banjir air limpasan 13 sungai. Yang harus dilakukan adalah melakukan revitalisasi atau restorasi Teluk Jakarta, memulihkan keadaan lingkungan teluk yang akan menciptakan ekonomi baru.
Acara diskusi dihadiri sekitar 100 orang peserta. Dalam acara diskusi tersebut, diisi juga paparan dari Peneliti LIPI Prof. Henny Warsilah, Peneliti IPB Dr. Alan Koropitan dan Prof. Dr. Wahyoe Hartono. Sementara moderator acara oleh Peneliti Rujak, Elisa Sutanudjaja.