Siaran Pers Nomor: 1205/SK RILIS/X/2017
Aksi Long March AMT Pertamina mendapatkan penghadangan dari Polres Bekasi dan Polresta Bekasi yang berada di bawah lingkup Polda Metro Jaya. Penghadangan tersebut dilakukan ketika rombongan buruh AMT memasuki wilayah Cikarang, Tambun, dan Kota Bekasi di tanggal 16 – 18 Oktober 2017. Penghadangan tersebut mengakibatkan peserta aksi kesulitan melanjutkan long march menuju titik-titik peristirahatan sesuai rute yang sudah diberitahukan ke pihak kepolisian. Tidak adanya Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) lagi-lagi menjadi alasan penghadangan oleh pihak Kepolisian. Hal ini membuat long march yang awalnya diikuti oleh 50 orang buruh AMT Pertamina harus diperkecil menjadi 10 orang tanpa membawa atribut aksi dan tanpa dikawal oleh internal Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) yang membawa ambulans dan keperluan logistik lainnya.
Long March dilakukan sejak tanggal 13 Oktober 2017 dari Bandung menuju Jakarta. Penanggung jawab aksi mengatakan bahwa sudah ada pemberitahuan aksi yang disampaikan ke Mabes Polri tanggal 9 Oktober 2016 namun Mabes Polri tidak mengeluarkan STTP sampai batas waktu pelaksanaan aksi tanpa adanya alasan yang jelas. Pada titik ini, kesalahan dan itikad tidak baik justru datang dari pihak Kepolisian. Padahal, mengeluarkan STTP adalah KEWAJIBAN POLRI sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 23 Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Penghadangan tersebut akhirnya membuat korlap lapangan, perwakilan KPBI, dan LBH Jakarta mendatangi Mabes Polri dan Polda Metro Jaya di hari Selasa, 17 Oktober 2017 untuk meminta kejelasan STTP. Namun usaha tersebut tidak berujung baik. Pihak Mabes Polri tidak dapat mengeluarkan STTP dikarenakan pihak Polda Metro Jaya menolak aksi tersebut dilakukan dengan alasan adanya potensi aksi ini akan mengganggu keamanan dan ketertiban. Padahal aksi tersebut berhasil berjalan dengan aman dan tertib dari Bandung hingga Karawang dengan didampingi oleh Kepolisian setempat.
Di Kabupaten Cikarang, penghadangan dilakukan empat kali yaitu di perbatasan Cikarang-Karawang, di sekretariat FKI SPSI Bekasi, Omah Buruh, dan Gedung Juang Tambun. Memasuki Kota Bekasi, buruh AMT Pertamina juga dipersulit untuk sampai ke sekretariat SPSI Kota Bekasi. Pola yang terus berulang ini menunjukkan bahwa Polisi justru mempersulit partisipasi demokrasi masyarakat Indonesia, yang dalam hal ini para buruh AMT Pertamina. Peserta aksi yang sudah melakukan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang ada dipaksa tunduk dengan kebijakan Polisi di lapangan yang tidak jelas ini.
Dengan adanya penghadangan secara aktif dan terus menerus oleh pihak Kepolisian, LBH Jakarta mengecam keras penghalangan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Bekasi terhadap Aksi kawan-kawan AMT Pertamina. Tidak dikeluarkannya STTP oleh pihak Mabes Polri merupakan pelanggaran Pasal 13 ayat (1) UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Undang-undang tersebut menyatakan bahwa Polri wajib segera memberikan surat tanda pemberitahuan (STTP) setelah menerima surat pemberitahuan dari peserta aksi. Pemberian STTP merupakan kewajiban Polri sehingga tidak ada alasan hal tersebut tidak diberikan dan melakukan penghalangan aksi. Alasan tidak adanya STTP sehingga aksi dipersulit sangat merugikan bagi kawan-kawan AMT Pertamina yang sedang memperjuangkan keadilan dan tuntutan mereka untuk penghapusan sistem kontrak/ outsourcing di Pertamina dan pembatalan PHK sepihak terhadap 1.095 buruh AMT yang tersebar di sembilan depot Pertamina.
Menjadi pertanyaan besar bagaimana dua wilayah Kepolisian Daerah yaitu Polda Jawa Barat dan Polda Metro Jaya dapat memberikan pelayanan dan perlindungan yang berbeda kepada peserta aksi long march AMT Pertamina. Jika memang karena alasan adanya potensi gangguan keamanan dan ketertiban, maka aksi tersebut akan dilarang sejak titik mulai aksi di Bandung. Nyatanya, selama aksi berjalan sampai Karawang, tidak ada kejadian yang dikhawatirkan pihak kepolisian tersebut. Lagipula, pelaksanaan pengamanan aksi dan memberikan pelayanan profesional serta maksimal terhadap partisipan aksi adalah kewajiban Kepolisian menurut Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Adanya potensi gangguan keamanan menjadi tanggung jawab Polri untuk dapat melindungi jalannya aksi AMT Pertamina, bukan menjadi alasan untuk melarang aksi tersebut dilakukan. Dalam Bab IV tentang Penyelenggaraan Pengamanan Perkap No. 7 Tahun 2012 Pasal 18 mengatur dengan jelas bahwa penyelenggaraan pengamanan dalam pelaksanaan aksi bertujuan untuk memberikan keamanan terhadap peserta aksi, menjaga aksi dari intervensi pihak lain, serta menjaga keamanan dan ketertiban umum. Dalam penjabarannya terlihat jelas bahwa pengamanan terhadap peserta aksi adalah hal yang wajib diberikan untuk mencegah gangguan keamanan.
Selain itu, pada dasarnya aksi ini pun sudah dijamin penuh oleh UUD RI 1945 Pasal 28E Ayat (2) & (3), juga Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang No. 12 Tahun 2005. Oleh karena itu, secara basis legal dan normatif, pada dasarnya apa yang dilakukan oleh pihak Kepolisian justru bertentangan dan melawan hukum yang sudah disediakan di Indonesia itu sendiri demi menopang kehidupan berdemokrasi.
Dengan adanya kejadian di atas, maka LBH Jakarta mendesak:
- Kepolisian Daerah Metro Jaya beserta jajarannya untuk tidak melakukan penghadangan aksi long march Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina dari Kabupaten dan Kota Bekasi menuju DKI Jakarta, dimana aksi tersebut merupakan hak kawan-kawan untuk menyampaikan pendapat di muka umum menuntut penghapusan sistem kontrak/ outsourcing dan pembatalan PHK sepihak terhadap 1.095 buruh AMT Pertamina yang tersebar di sembilan depot Pertamina;
- Kepolisian Daerah Metro Jaya beserta jajarannya untuk memberikan perlindungan keamanan terhadap peserta aksi long march AMT Pertamina dimana hal tersebut adalah tanggung jawab Kepolisian RI yang tertera dalam UU No.9 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum;
- Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian agar dapat memantau profesionalitas kinerja kepolisian khususnya di wilayah Polda Metro Jaya dalam pendampingan dan pengawalan aksi long march AMT Pertamina dari titik Kabupaten dan Kota Bekasi menuju DKI Jakarta;
- Presiden Joko Widodo agar dapat mendengar dan merespon tuntutan Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina se-Indonesia yang menginginkan perubahan atas sistem kontrak/ outsourcing yang merugikan buruh dan pembatalan PHK illegal 1.095 AMT Pertamina di sembilan depot Pertamina se-Indonesia.
Jakarta, 19 Oktober 2017
Hormat Kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA