RILIS PERS LBH INDONESIA (YLBHI & 15 LBH KANTOR)
7 September 2017 menandai tiga belas tahun pembunuhan atas pejuang HAM Munir Said Thalib. 13 tahun sudah kasus ini dibiarkan tanpa terungkap siapa aktor intelektual dari pembunuhan, bahkan terjadi upaya sistemik menghalang-halangi dibukanya kebenaran. Apa yang sesungguhnya terjadi? LBH Indonesia menagih janji Jokowi –JK yang tertuang dalam Nawacita Poin 4 yang mengandung kalimat “penghormatan HAM dan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.”
Walaupun sudah ada proses hukum yang mengadili pelaku, namun akhirnya Pollycarpus dibebaskan bersyarat ditengah kritik masyarakat sipil terhadap proses peradilan yang dianggap tidak berpihak pada korban. Siapa aktor intelektual di balik pembunuhan belum juga terungkap hingga sekarang. Upaya terakhir, melalui mekanisme Komisi Informasi untuk menuntut dibukanya dokumen yang dihasilkan Tim Pencari Fakta (TPF) juga dipatahkan oleh Pemerintah melalui mekanisme pengadilan Tata Usaha Negara (TUN). Kasasi atas Putusan TUN yang diajukan masyarakat sipil ditolak oleh Mahkamah Agung. Bahkan naskah asli temuan TPF dinyatakan hilang oleh Pemerintah. Ini merupakan indikasi jelas bahwa Negara tidak mau mengungkap kebenaran, dan tidak mampu memenuhi hak keluarga Munir atas kebenaran dan pemulihan sebagaimana disyaratkan undang-undang bagi korban pelanggaran hak asasi manusia. Undang-undang No. 12 Tahun 2006 Pasal 2 Ayat (3) menjamin adanya pemulihan bagi korban, diantaranya melalui mekanisme yudisial, dan mewajibkan Negara untuk menyediakan serta menjamin pelaksanaan dari pemulihan tersebut.
Pembunuhan Munir merupakan serangan terhadap demokrasi dimana seharusnya kritik terhadap pemerintah tidak dibungkam. Secara khusus pembunuhan Munir juga merupakan serangan dan ancaman bagi pembela HAM. “Harus disadari bahwa ada ketakutan di masyarakat, kalau ada seseorang yang vokal seperti Munir akan menghadapi ancaman dibungkam bahkan dibunuh,” ujar Muhamad Isnur, Ketua Advokasi YLBHI.
Di tahun ketigabelas ini, secara tegas kami menyatakan akan terus menuntut kebenaran atas pembunuhan Munir diungkap dan keadilan ditegakkan. Kasus Munir tidak hanya berdampak pada keluarganya, tetapi Munir sudah menjadi wajah kebebasan dan gerakan HAM secara umum di Indonesia. “Selama kasus Munir tidak diungkap, maka Indonesia akan terus memiliki catatan hitam. Bahwa pernah ada pembela HAM yang dibunuh dan kasusnya belum mendapatkan keadilan.
Pemerintah tidak lagi pantas mengaku berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu,” menurut Arip Yogiawan, Ketua Kampanye & Jaringan YLBHI.
Jakarta, 7 September 2017
Direktur LBH Papua – Simon Pattiradjawane
Direktur LBH Manado – Hendra Baramuli
Direktur LBH Makassar – Haswandi Andi Mas
Direktur LBH Bali – Dewa Adnyana
Direktur LBH Surabaya – M Faiq Assiddiqi
Direktur LBH Semarang – Zainal Arifin
Direktur LBH Yogyakarta – Hamzal Wahyudin
Direktur LBH Jakarta – Alghiffari Aqsa
Direktur LBH Bandung – Willy Hanafi
Direktur LBH Bandar Lampung – Alian
Direktur LBH Palembang – April Firdaus
Direktur LBH Pekanbaru – Aditya B Santoso
Direktur LBH Padang – Era Purnamasari
Direktur LBH Medan – Surya Adinata
Direktur LBH Banda Aceh – Mustiqal Putra
Ketua Umum YLBHI – Asfinawati
Narahubung:
Muhamad Isnur, Ketua Advokasi YLBHI – 081510014395
Arip Yogiawan, Ketua Kampanye & Jaringan YLBHI – 081214194445