Berbagai serikat buruh melakukan unjuk rasa menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan di depan komplek JCC Senayan (16/7). Unjuk rasa menolak Perppu ini dilakukan karena elemen buruh menganggap Perppu Ormas rawan disalahgunakan oleh rezim untuk membungkam gerakan masyarakat sipil. Unjuk rasa yang seharusnya dilakukan di depan gedung DPR RI ini terpaksa harus dilakukan di depan komplek JCC Senayan karena massa unjuk rasa dilarang menuju Gedung DPR RI.
Pasca dikeluarkannya Perppu No. 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 10 Juli 2017 lalu, Pemerintah menuai banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil. Dalam konferensi pers unjuk rasa, Ketua GSBI, Rudi Daman, menyatakan bahwa watak fasisme dalam Perppu Ormas sangat terkait dengan kondisi ekonomi politik nasional Indonesia yang sedang mengejar target pembangunan.
“Bayangkan saja, bahkan sebelum adanya Perppu Ormas ini, rezim bersama antek-anteknya sudah membungkam habis-habisan gerakan sipil rakyat yang kritis melalui UU ITE, pasal karet KUHP, dan aturan hukum lainnya. Gerakan sipil yang justru hendak membawakan suara rakyat tertindas, justru dikriminalisasi dan dipenjarakan,” tandas Rudi Daman.
Senada dengan Rudi, Muhamad Rusdi dari KSPI pun mengatakan bahwa unjuk rasa menolak Perppu Ormas tidak ditujukan untuk membela kepentingan organisasi tertentu seperti HTI. Elemen buruh berusaha untuk melihat secara lebih dalam perppu tersebut. Penolakan terhadap Perppu Ormas merupakan bagian dari perjuangan untuk meraih kebebasan untuk berpendapat dan berserikat yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945.
“Perppu Ormas yang bisa digunakan sewenang-wenang oleh pemerintah ini justru berwatak anti-pancasilais, anti keberagaman. Perppu ini bisa menjadi pintu masuk baru bagi Pemerintah untuk terus melakukan tindakan koruptifnya, seperti membuka keran investasi asing, menjarah tanah rakyat, menggusur rakyat, menghisap rakyat, tanpa bisa dikritik oleh rakyatnya,” imbuh Rusdi.
Sebagai statement penutup pada unjuk rasa kali ini, Yoyo dari KPBI menambahkan bahwa gerakan sipil kerakyatan pada dasarnya adalah gerakan yang cinta pada Pancasila, cinta kepada cita-cita kemerdekaan pendiri bangsa negara Indonesia terdahulu. Kritik terhadap rezim, merupakan bagian dari rasa cinta masyarakat sipil terhadap negara dan rakyatnya. Maka bila rakyat dibungkam melalui Perppu Ormas, maka negara beserta sistemnya tinggal menunggu waktu untuk masuk pintu kehancuran.
Secara keseluruhan, tampak ada 500-an massa unjuk rasa yang hadir dan turun ke jalan. Unjuk rasa yang rencananya akan dilaksanakan di depan gerbang komplek DPR/MPR RI, terpaksa dilakukan di depan komplek JCC Senayan karena dihadang sejumlah ratusan aparat gabungan Kepolisian. Aparat tersebut menghadang dengan alasan bahwa gedung DPR/MPR RI sedang dipakai untuk sidang paripurna tahun 2017.
Berbagai elemen buruh yang melakukan unjuk rasa ini juga didukung oleh gerakan kelompok masyarakat sipil lain termasuk gerakan mahasiswa. Beberapa organisasi yang hadir pada unjuk rasa kali ini diantaranya KPBI, GSBI, KSPI, SPJ Jakarta, FPR, Seruni, AGRA, PPMI, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Jakarta, KontraS, Imparsial, YLBHI, Elsam, FPR, FMN UI, LMND, Pembebasan. (Rasyid)