LBH Jakarta Desak Pemprov DKI Jakarta Hentikan Penggusuran Paksa
LBH Jakarta mengecam kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat, terkait rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menggusur 9.522 penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jakarta akibat tidak melunasi tunggakan rusunawa sebesar total 31,7 miliar Rupiah.
Mayoritas penghuni rusunawa yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini (6.514 warga korban penggusuran dan 3.008 warga umum) adalah para korban penggusuran paksa dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang tidak partisipatif di berbagai wilayah Jakarta. Dahulu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjanjikan bahwa para korban penggusuran paksa akan memperoleh kehidupan yang lebih baik dan sejahtera apabila dipindahkan ke rusunawa.
Namun, pada tahun 2016, melalui penelitian bertajuk Mereka yang Terasing: Laporan Pemenuhan Hak atas Perumahan yang Layak bagi Korban Penggusuran Paksa Jakarta yang Menghuni Rumah Susun, LBH Jakarta telah menemukan fakta-fakta pelanggaran standar hak atas perumahan yang layak, sebagaimana diatur dalam Komentar Umum PBB 4/1991 tentang Hak atas Perumahan yang Layak, bagi warga yang menghuni rusunawa, antara lain (1) pelanggaran keamanan bermukim karena penghuni rusunawa hanya diberi batas waktu menyewa selama 2 tahun, (2) warga mengalami penurunan pendapatan akibat kehilangan pekerjaan atau menjauhnya akses terhadap pekerjaan dari rusunawa, (3) pengeluaran warga di rusunawa membengkak akibat tingginya biaya sewa dan meningkatnya biaya transportasi karena rusunawa terletak di lokasi yang terpencil, dan (4) rumah susun tidak inklusif bagi penghuni lanjut usia dan difabel.
Hasil penelitian di atas telah kami sampaikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai rekomendasi untuk melaksanakan evaluasi terhadap program penggusuran paksa dan tawaran solusi rumah susun. Namun, sampai dengan hari ini, rekomendasi LBH Jakarta sama sekali tidak diindahkan karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersikukuh akan tetap melaksanakan penggusuran paksa dan tetap menawarkan rusunawa bagi para korbannya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesungguhnya telah memiliki berbagai solusi alternatif untuk menyelesaikan pemukiman dan juga banjir dari preseden pemerintahan lama ataupun inisiatif independen warga Jakarta, misalnya Kampung Improvement Program oleh Gubernur Ali Sadikin, program Kampung Deret pada era Gubernur Joko Widodo, Kampung Susun Manusiawi yang sempat ditawarkan oleh warga Kampung Pulo dan Bukit Duri, hingga inisiatif warga Kampung Tongkol, Jakarta Utara, merenovasi kampungnya secara mandiri dan membersihkan sampah di sungai.
Solusi alternatif renovasi pemukiman warga tanpa memindahkan mereka juga dapat membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengalokasikan rusunawa yang ada bagi warga yang memang belum memiliki tempat tinggal sama sekali. Menurut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta jumlah warga umum yang mendaftarkan diri untuk memperoleh rusunawa mencapai 11.000 warga.
Tidak dipertimbangkannya berbagai solusi alternatif di atas menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sengaja merencanakan penggusuran ganda bagi warganya sendiri dengan memiskinkan mereka secara perlahan-lahan akibat penggusuran paksa dan membiarkan warga berada dalam kondisi yang tidak sejahtera ketika hidup di rusunawa. Rusunawa selalu dijadikan tawaran solusi utama bagi korban penggusuran paksa, tetapi bukannya menyelesaikan masalah, rusunawa malah terbukti semakin menimbulkan masalah baru bagi warga yang semakin tidak sejahtera dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang harus membayar tunggakan akibat kesalahan kebijakannya sendiri.
Pada tahun 2015 dan 2016, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penggusuran paksa terhadap 13.871 keluarga dan 11.662 unit usaha kecil menengah. Mayoritas penggusuran dilakukan dengan pendekatan kekerasan, melibatkan aparat yang tidak berwenang (TNI dan POLRI), dan tidak mengindahkan proses hukum di pengadilan.
LBH Jakarta menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menghentikan seluruh penggusuran paksa yang terjadi di Jakarta dan mendahulukan pendekatan partisipatif di dalam menyelesaikan masalah-masalah pembangunan di wilayah Jakarta.
Kontak:
- Alldo Fellix Januardy, Pengacara Publik LBH Jakarta (087878499399)
- Nelson Nikodemus Simamora, Pengacara Publik LBH Jakarta (081396820400)