Hari Raya Idul Fitri nampaknya menjadi duka bagi buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina Patra Niaga, dikarenakan sekitar 400 orang buruh AMT tersebut di PHK secara sewenang-wenang oleh Pertamina Patra Niaga di beberapa Depot yang berada di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi.
Sebelumnya, para buruh yang tergabung dalam Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) tersebut bersama pengurus serikatnya telah melakukan upaya perundingan dengan pihak perusahaan terkait hak normatifnya, namun upaya tersebut tidak mencapai kesepakatan.
Selama ini, kondisi kerja para AMT sangat tidak layak. Mereka bekerja tanpa jaminan kesehatan, tanpa perlindungan K3, bekerja lebih dari 12 jam tanpa upah lembur, outsourcing dan bertahun-tahun statusnya adalah buruh kontrak. Para AMT ini akhirnya melaporkan berbagai pelanggaran hak normatif nya ke Pengawas Suku Dinas Tenaga Kerja setempat, hingga Suku Dinas Tenaga Kerja sudah mengeluarkan nota pemeriksaan No. 1943/-1.838 tertanggal 5 Mei 2017 kepada PT Pertamina Patra Niaga yang menganjurkan agar AMT Pertamina Patra Niaga diangkat sebagai Karyawan Tetap.
Namun, nota pemeriksaan tersebut tidak dilaksanakan oleh Perusahaan sekaliber Pertamina Patra Niaga. Tak hanya menginginkan status pekerja tetap, para AMT juga ingin biaya kecelakaan kerja yang terjadi di lapangan sudah selayaknya ditanggung oleh pihak perusahaan. Namun hak-hak selayaknya pekerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak diakomodir oleh pihak perusahaan. Hal ini berdampak pada kondisi buruh yang sudah tertindas menjadi semakin jauh dari kata sejahtera.
Oleh karenanya, para AMT pun berencana akan melakukan mogok kerja sebagai bentuk perlawanan dan solidaritas atas PHK yang dilakukan. Mogok kerja tersebut akan serentak di lakukan di berbagai depot Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi terhitung pada Senin, 19 juni 2017.
Mogok kerja merupakan hak pekerja yang diatur di dalam Pasal 137 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Mogok Kerja dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yakni akibat gagalnya perundingan, adanya pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi terkait di bidang ketenagakerjaan sekurang-kurangnya 7 hari sebelum melakukan mogok (sesuai dengan pasal 140 UU 13/2003 serta Kepmenaker 232 tahun 2003).
Pengusaha pun dilarang memberikan intimidasi serta sanksi terhadap buruh yang sedang melakukan mogok kerja ataupun memberikan tindakan balasan setelah mogok kerja dilakukan.
Oleh karenanya, LBH Jakarta bersama Koalisi Masyarakat sipil lainnya MENDUKUNG aksi Mogok Kerja yang dilakukan oleh Para awak mobil Tangki Pertamina Patra Niaga dan menyatakan:
- Mendesak Pertamina Patra Niaga menjalankan rekomendasi nota pengawasan yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja;
- Mendesak Dinas Tenaga Kerja dan Kementerian Tenaga Kerja untuk memastikan perbaikan norma ketenagakerjaan di dalam internal Pertamina Patra Niaga
- Menghimbau kepada para penegak hukum khususnya pihak Kepolisian agar tidak melakukan tindakan yang Represif terhadap aksi mogok kerja buruh Pertamina Patra Niaga yang sudah dilaksanakan perdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sudah selayaknya bertugas untuk memberikan perlindungan terhadap para buruh yang akan mogok nantinya
Hidup Buruh !
Hormat kami,
Koalisi Masyarakat Sipil
LBH Jakarta – JALA PRT – LBH Pers – Arus Pelangi – LBH Bandung