Masih rekat dalam ingatan ratusan kepala keluarga penghuni Jalan Pasar Ikan Aquarium, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Pada tanggal 11 April 2016 silam mereka harus terusir dari lahan dan bangunan yang telah mereka huni selama lebih dari 20 tahun. Tanpa didahului sosialisasi maupun kompensasi, warga harus menelan kenyataan pahit saat rombongan aparat gabungan datang dan meruntuhkan bangunan. Warga dipaksa keluar dari huniannya masing-masing. Penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beserta aparat kepolisian dan TNI tersebut sama sekali tidak mengindahkan berbagai peraturan perundang-undangan. Mereka mengabaikan teknis prosedural pengadaan lahan maupun tata cara penggusuran yang berstandar Hak Asasi Manusia (HAM).
Warga tak lantas berdiam diri, sejak tanggal 3 Oktober 2016, warga Pasar Ikan telah mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam perkara dengan No. 532/PDT.G/2016/PN.JKT.PST, menempatkan Gubernur DKI Jakarta, Walikota Jakarta Utara, Panglima TNI, dan Kapolri sebagai tergugat serta Menteri Agraria dan Tata Ruang sebagai turut tergugat. Warga Jalan Pasar Ikan Aquarium kini tengah berjuang untuk menuntut agar kampung mereka dibangun kembali.
Di sisi lain, meskipun penggusuran telah berlangsung satu tahun silam, Pemprov DKI Jakarta tidak langsung melakukan tindakan untuk merevitalisasi Pasar Ikan. Hal tersebut yang kemudian disinyalir sebagai tujuan penggusuran Pasar Ikan. Bahkan, Pemprov DKI Jakarta cenderung menelantarkan lokasi penggusuran tanpa adanya kepastian terkait pemanfaatan lahan tersebut. Adanya inkonsistensi dalam tataran implementasi ini kini berbuah pahit bagi warga Pasar Ikan yang menolak Rumah Susun dan memilih untuk tetap bertahan sembari menunggu putusan pengadilan. Pasalnya, wacana penggusuran terhadap warga Pasar Ikan kini kembali digulirkan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Kendati Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum,” agaknya Pemprov DKI Jakarta akan kembali melangkahi proses hukum. Bergulirnya isu penggusuran kembali terhadap warga Pasar Ikan (yang rencananya akan dilaksanakan pada pekan ini), seakan kembali menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak memposisikan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Mereka mengesampingkan proses hukum untuk melaksanakan program pemerintah. Padahal, belum jelasnya persoalan perihal kepemilikan lahan di Pasar Ikan, mengingat masih bergulirnya proses hukum di Pengadilan. Seharusnya hal tersebut cukup menjadi alasan bagi Pemprov DKI Jakarta untuk tidak secara gegabah melakukan penggusuran kembali terhadap warga Pasar Ikan Aquarium.
Selain itu, tidak hanya terhadap warga Pasar Ikan, pada tanggal 28 September 2016 silam Pemprov DKI Jakarta juga telah secara jelas mempertontonkan pembangkangan terhadap prinsip negara hukum. Pada saat itu warga kawasan Bukit Duri sedang dalam proses hukum dengan mengajukan gugatan terhadap pemerintah pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, namun Pemprov DKI tidak menghiraukan proses hukum tersebut dan tetap melakukan penggusuran. Sehingga apa yang kini hendak menimpa warga Pasar Ikan sejatinya merupakan bentuk pengulangan dari tidak patuhnya Pemprov DKI Jakarta terhadap Konstitusi yang telah menjamin Indonesia sebagai negara hukum.
Berdasarkan hal-hal yang telah kami kemukakan diatas, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam upaya penggusuran kembali terhadap warga Pasar Ikan dan mendesak agar Pemprov DKI Jakarta menghentikan upaya penggusuran kembali terhadap warga Pasar Ikan hingga terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara No. 532/PDT.G/2016/PN.JKT.PST.
Jakarta, 3 Mei 2017
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung:
Nelson Nikodemus Simamora (0813 9682 0400)
Matthew (0859 2064 1931)