Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) kembali menggelar sidang class action yang diajukan oleh warga Pasar Ikan (27/3). Agenda persidangan kali ini adalah penunjukan mediator yang sepenuhnya diserahkan pada hakim pemeriksa perkara ini. Mediator terpilih dalam perkara ini adalah Mahfudin, SH,. MH yang pernah menjabat sebagai Ketua PN Tasikmalaya.
Pada kesempatan pertamanya menjadi mediator dalam perkara ini, Mahfudin langsung memberikan kesempatan pada para pihak untuk menjelaskan duduk perkara dan keinginan dari masing-masing pihak. Mahfudin juga meminta agar para pihak jangan terlalu terpaku dengan apa yang dituntut dalam surat gugatan, sebab menurutnya gugatan tersebut bukanlah patokan utama dalam proses mediasi.
Kepada mediator para penggugat menjelaskan duduk permasalahan yang menyebabkan mereka menggugat Gubernur DKI Jakarta. Menurut para penggugat penggusuran yang menimpa mereka pada 11 April 2016 silam dilangsungkan tanpa adanya musyawarah yang tulus dan tanpa disertai ganti rugi sama sekali. Lebih lanjut, warga Kampung Akuarium juga mempertanyakan perihal peruntukan lahan oleh para tergugat.
“Penggusuran yang menimpa kami pada 11 April 2016 dilangsungkan tanpa sosialisasi, dan tak ada ganti rugi sepeserpun, kami pun tidak pernah tahu menahu soal tujuan dari penggusuran tersebut,” ujar Teddy Kusnendi, salah satu perwakilan kelompok penggugat pemilik lahan dan bangunan di Kampung Akuarium.
Terhadap pernyataan para penggugat, pihak perwakilan dari Gubernur DKI Jakarta (Tergugat I) dan Walikota Jakarta Utara (Tergugat II) bersikeras yang mereka lakukan bukanlah merupakan penggusuran paksa. Para tergugat menyebut apa yang mereka lakukan di Kampung Akuarium penertiban dan relokasi. Tergugat menjelaskan bahwa mereka meyakini sosialisasi telah dilakukan, dan telah ditawarkan pula kepada warga area relokasi. Pada kesempatan tersebut tergugat menjelaskan bahwa warga Kampung Akuarium akan disediakan tempat di Rumah Susun Marunda, Rawa Bebek, dan Muara Baru dengan status sewa. Akan tetapi, para tergugat pada kesempatan ini tidak menanggapi perihal peruntukan lahan penggusuran di Kampung Akuarium.
Kepada mediator para penggugat tegas menolak klaim telah dilangsungkannya sosialisasi oleh pihak Pemerintah. Selain itu, mereka juga menolak relokasi ke rumah susun sebagai solusi yang ditawarkan. Para penggugat menilai bahwa relokasi ke rumah susun dengan status sewa bukanlah merupakan jawaban atas persoalan yang mereka hadapi. Hal ini tersebut disebabkan oleh luas unit rusun yang terlalu kecil bagi tiap-tiap keluarga.
“Relokasi bukan solusi, Rusun terlalu kecil bagi warga, terlebih bagi yang sudah memiliki anak, serta adanya biaya sewa yang memberatkan, terutama bagi mereka yang termasuk dalam kelompok pemilik lahan dan bangunan,” tambah Teddy.
Para penggugat juga mempertanyakan alasan mereka baru digusur saat ini. Menurut para penggugat jika mereka memang tidak diperbolehkan untuk tinggal dan mendirikan bangunan pada lahan tersebut, seharusnya sedari awal pemerintah melarang mereka. Para penggugat juga menyesalkan sikap pemerintah yang mempersulit pengurusan sertifikat tanah atas lahan yang mereka tempati.
“Jika kami memang tidak diperbolehkan untuk tinggal disitu (Kampung Akuarium), maka pemerintah harusnya larang kami dari awal. Kalau kami harus buat sertifikat ya kami turuti, tapi ini yang terjadi pengurusan dipersulit dan biaya mahal,” keluh Teddy Kusnendi.
Oleh karena tidak ada solusi yang diajukan oleh para tergugat, Matthew Michelle L. selaku kuasa hukum para penggugat dari LBH Jakarta menganjurkan agar menggunakan usulan yang selama ini telah dirumuskan dan didesain oleh para penggugat. Rumusan para penggugat adalah untuk membangun kembali Kampung Akuarium.
“Sejatinya yang diharapkan oleh para penggugat adalah agar para tergugat membangun kembali Kampung Akuarium, sehingga kami sebenarnya juga telah mempersiapkan desain untuk pembangunan kembali Kampung Akuarium. Sehingga jika Para Tergugat terbuka dengan usulan ini, minggu depan setelah kami ajukan bersama dengan Resume Perkara, Para Tergugat dapat menyampaikan usulan tersebut ke para pengambil keputusan,” tegas Matthew.
Seakan mengamini usulan para penggugat, mediator menyebut bahwa Kampung Akuarium memiliki potensi untuk menjadi Kampung Wisata Bahari. Menurutnya, jika Kampung Akuarium dibangun kembali dan dilestarikan untuk dijadikan lokasi wisata kampung bahari, akan menguntungkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Kalau dimungkinkan (Pemerintah DKI Jakarta) membangun kembali dan menjadikan (Kampung Akuarium) lokasi wisata kampung bahari seperti di beberapa daerah lain di Jawa, hal ini bisa juga menjadi pemasukan tambahan bagi Pemda,” ujar Mahfudin selaku mediator.
Proses mediasi kali ini kemudian ditunda dan akan kembali dilangsungkan pada hari Senin (03/04) mendatang dengan agenda pengajuan Resume Perkara yang akan diajukan oleh Para Penggugat.