Pendapat Hukum
[ LEGAL OPINION]
TENTANG
PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 PK/TUN/2016
DAN
SURAT KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH
NOMOR 660.1/30 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN BAKU SEMEN DAN PEMBANGUNAN SERTA PENGOPERASIAN PABRIK SEMEN PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK DI KABUPATEN REMBANG, PROVINSI JAWA TENGAH
2017
[ Koalisi Akademisi Hukum Indonesia untuk Keadilan Kendeng ]
A. PENDAHULUAN
- Pendapat Hukum (legal opinion) ini dibuat atas dasar dua hal: (1) keprihatinan akademisi hukum yang menyaksikan realitas upaya keadilan sosial yang dilakukan oleh warga Rembang, yang telah memperjuangkan hak-haknya melalui proses formal di pengadilan, khususnya Peradilan Tata Usaha Negara (TUN). Namun, sekalipun telah menempuh proses formal dan memenangkan pemohon (warga), faktanya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menggunakan cara-cara administratif lain yang dipandang bertentangan dengan penyelenggaraan kekuasaan yang mencerminkan asas-asas umum pemerintahan yang baik. (2) terjadi silang pendapat yang demikian meluas akibat dikeluarkannya Surat Keputusan baru oleh Gubernur Jawa Tengah, terkait izin lingkungan dan operasi pembangunan pabrik, yang sesungguhnya terkait dengan obyek sengketa TUN;
- Pada 5 Oktober 2016, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 99 PK/TUN/2016, telah menyatakan kemenangan para Penggugat/Pembanding/Pemohon PK yaitu Joko Prianto,Dkk dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), yang salah satu amar putusannya: MEMBATALKAN objek sengketa berupa Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
- Dengan dalih belum mengetahui isi putusan dan belum menerima salinan putusan (sekalipun Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, tahu ada amar putusan MA yang membatalkan putusannya), justru membuat kontroversi hukum dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) TUN baru tertanggal 9 November 2016. Gubernur Jawa Tengah telah menerbitkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
- Akibatnya, kekacauan hukum administrasi terjadi terkait dengan izin lingkungan, lebih-lebih dalam izin baru disebutkan pula “…. Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk”;
- Atas dasar inilah, kami, para akademisi hukum dari sejumlah Fakultas Hukum di Indonesia merasa terpanggil untuk menjelaskan pada publik apa yang sesungguhnya terjadi, dan apa langkah yang tepat secara hukum diimplementasikan dalam rangka memperkuat sistem negara hukum Indonesia;
MEMAHAMI SUBSTANSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG Nomor 99 PK/TUN/2016
- Pada pokoknya, MA dalam putusan Nomor 99 PK/TUN/2016 memerintahkan Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut obyek sengketa a quo: SK Nomor 660.1/17 Tahun 2012. Obyek sengketa TUN yang dimaksud, menguji 3 hal (vide: hal. 116):
- Apakah benar pengajuan gugatan telah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan prematur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986?
- Apakah benar Para Penggugat mempunyai kepentingan hukum (legal standing) mengajukan gugatan?
- Apakah benar prosedur penerbitan Surat Izin lingkungan (objek sengketa) sudah didukung oleh dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang memadai?
- Mahkamah Agung dalam pertimbangannya, “MA mempertimbangkan bahwa karena Novum yang diajukan Para Pemohon Peninjauan Kembali bersifat menentukan dan judex facti (Pengadilan Banding) telah melakukan kekeliruan yang nyata”[1]. Pada dasarnya, dalam Putusan di PTUN Semarang telah menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi tentang tenggang waktu dan menyatakan gugatan Para Penggugat tidak diterima (niet onvankelijk verklaard). Hal tersebut menjelaskan bahwa gugatan para penggugat telah dinyatakan telah melewati tenggang waktu sejak diketahui (daluwarsa) serta kemudian Putusan tersebut dikuatkan dalam Putusan judex facti di PTTUN Surabaya;
- Bahwa sebenarnya yang dibuktikan dalam upaya luar biasa (Peninjauan Kembali) di Mahkamah Agung telah menyatakan bahwa “judex facti” telah ditemukan kekeliruan yang nyata dan mendasarkannya atas kebohongan yaitu kesaksian Teguh Gunawarman dan Dwi Joko Supriyanto”[2]. Hal tersebut dijelaskan dengan Novum yang menyatakan Joko Prianto pada tanggal 22 Juni 2013 tidak menghadiri Rapat Silaturahmi Pemerintah Kabupaten Rembang, PT Semen Gresik (Persero) Tbk [sekarang bernama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk] dengan warga Gunem, yaitu berupa tiket pesawat maskapai Garuda Indonesia tujuan Pontianak-Soekarno-Hatta tertanggal 22 Juni 2013;
- Dengan poin di atas, argumentasi daluwarsanya gugatan menjadi tidak relevan dan telah diberikan putusannya oleh MA. Konsekuensi hukumnya, maka pokok perkara menjadi diperiksa, dan diberikan pula argumentasi dalam putusannya.
- Berkaitan dengan kepentingan hukum, Mahkamah Agung pula memastikan bahwa Para Penggugat memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan berdasarkan atas Hak Asasi Manusia yang diusung dalam Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2009, Pasal 65 ayat (1), Pasal 67, Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 92 ayat (1) UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.[3]
- Pertanyaan ketiga merupakan hal yang menjadi substansi gugatan dan dijelaskan dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016, putusan MA memberikan pertimbangan berkaitan dengan hal substansial yang pokoknya menyampaikan bahwa terbukti penyusunan dokumen AMDAL mengandung cacat prosedur, sehingga keputusan objek sengketa yang diterbitkan berdasarkan dokumen AMDAL tersebut secara mutatis mutandis mengandung cacat yuridis pula. Oleh karena itu, patut dinyatakan batal.[4]
- Obyek sengketa TUN yaitu SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 telah dinyatakan batal dan diwajibkan untuk dicabut senyatanya adalah dengan pertimbangan sangat jelas yaitu berdasarkan dokumen AMDAL mengandung cacat prosedur sehingga objek sengketa mengandung cacat yuridis.
KEKACAUAN REZIM HUKUM ADMINISTRASI AKIBAT TERBITNYA SK GUBERNUR JAWA TENGAH NO. 660.1/30 TAHUN 2016
- Sekalipun Putusan MA menyatakan membatalkan SK Gubernur terkait Izin Lingkungan PT. Semen Gresik per 5 Oktober 2016, namun, pada tanggal 9 November 2016, Gubernur Jawa Tengah justru menerbitkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen Dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk Di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.
- Surat Keputusan 2016 a quo telah menimbulkan permasalahan baru dan atau kekacauan rezim hukum administrasi, karena terbitnya SK Gubernur tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016. Polemik ini akibat status hukum SK 2016 a quo yang terbit dalam tenggang waktu Pelaksanaan Putusan PK MA, didasarkan atas permohonan perubahan izin lingkungan[5], menyatakan tidak berlaku SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 (Objek Sengketa)[6] dan menyatakan masih berlakunya dengan penyesuaian Izin usaha dan/atau kegiatan yang telah diterbitkan berdasarkan objek sengketa.[7]
B. URAIAN FAKTA DAN KRONOLOGI HUKUM
- Pada tanggal 5 Oktober 2016, Majelis Hakim Mahkamah Agung telah membacakan putusan Peninjauan Kembali (PK) atas Perkara Nomor Register. 99/PK/TUN 2016 antara Joko Prianto, dkk Melawan Gubernur Jawa Tengah dan PT Semen Gresik (Persero) Tbk, sekarang bernama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dengan amar putusan sebagai berikut:
MENGADILI,
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: 1. JOKO PRIANTO, 2. SUKIMIN, 3. SUYASIR, 4. RUTONO, 5. SUJONO, 6. SULIJAN, dan 7. YAYASAN WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA tersebut;
Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 135/B/2015/PT.TUN.SBY., tanggal 3 November 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor 064/G/2014/PTUN.SMG, tanggal 16 April 2015;
MENGADILI KEMBALI,
- Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan batal Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
- Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
- Pada tanggal 9 November 2016, Gubernur Jawa Tengah telah menerbitkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengahyang telah membatalkan Izin Lingkungan lama yang menjadi objek sengketa.
- Pada tanggal 15 November 2016, Pihak Para Pemohon Peninjauan Kembali/Para Pembanding/Para Penggugat telah mengambil salinan putusan PK di PTUN Semarang. Dan, pada tanggal 18 November 2016 Kuasa Hukum Para Pemohon PK/Para Pembanding/Para Penggugat telah menerima surat pemberitahuan putusan Peninjauan Kembali tertanggal 15 November 2016;
- Bahwa atas permintaan PTUN Semarang, Para Pemohon PK telah mengirimkan permohonan putusan berkekuatan hukum tetap dan permohonan eksekusi Putusan PK tersebut pada tanggal 7 Desember 2016;
- Di saat mendatangi Kantor Gubernur Jawa Tengah usai 5 hari long march dari Rembang ke Semarang, pada tanggal 9 Desember 2016, Para Pemohon PK/Para Pembanding/Para Penggugat baru mengetahui adanya Izin Lingkungan baru berdasarkan hasil audiensi yang dilakukan Para Pemohon PK/Para Pembanding/Para Penggugat dengan pemerintah provinsi Jawa Tengah di Kantor Gubernur Jawa Tengah;
- Izin Lingkungan Nomor 660.1/30 Tahun 2016 ini diterbitkan setidaknya 29 hari (berdasarkan tanggal pemberitaan di com) setelah Gubernur Jawa Tengah tahu bahwa perkara Nomor 99 PK/TUN/2016 telah diputus oleh MA.
- Bahwa Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah setidaknya telah memuat,
- Ruang lingkup kegiatan dalam Izin Lingkungan ini mencakup antara lain kegiatan:
- Penambangan batu kapur seluas 293,9 Ha di Desa Tegaldowo dan Desa Kajar, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang;
- Penambangan tanah liat seluas 98,9 Ha di Desa Kajar dan Desa Pasucen, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang;
- Operasional pabrik semen kapasitas 3.000.000 ton/tahun di Desa Kajar dan Desa Pasucen, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang.
- Menyatakan ketidakberlakuan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen Oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
- Menyatakan Izin Usaha dan/atau kegiatan yang telah diterbitkan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen Oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah masih tetap berlaku dan disesuaikan dengan Keputusan Gubernur ini
- Keputusan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 9 November 2016
C. PENDAPAT HUKUM
Tentang Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016
- Bahwa Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya luar biasa dan dapat diajukan hanya satu kali. Putusan MA Nomor Register. 99/PK/TUN 2016 antara Joko Prianto, dkk Melawan Gubernur Jawa Tengah dan PT Semen Gresik (Persero) Tbk, sekarang bernama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sehingga dapat dieksekusi;
- Bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 telah membatalkan Putusan PT TUN Surabaya Nomor 135/B/2015/PT.TUN.SBY, tanggal 3 November 2015 yang menguatkan Putusan PTUN Semarang Nomor 064/G/2014/PTUN.SMG, tanggal 16 April 2015;
- Bahwa Putusan PTUN Semarang Nomor 064/G/2014/PTUN.SMG, tanggal 16 April 2015 yang dikuatkan oleh Putusan PT TUN Surabaya Nomor 135/B/2015/PT.TUN.SBY, tanggal 3 November 2015 yang telah di batalkan oleh Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 05 Oktober 2016 sebelumnya telah menyatakan menerima eksepsi Tergugat tentang tenggang waktu dan menyatakan gugatan Para Penggugat tidak diterima (niet onvankelijk verklaard) karena menganggap gugatan telah melewati tenggang waktu dan dinyatakan daluwarsa;
- Bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 telah mendasarkan novum dalam permohonan Peninjauan Kembali dan menyatakan bahwa MA mempertimbangkan bahwa karena “Novum” yang diajukan Para Pemohon Peninjauan Kembali bersifat menentukan dan “judex facti” (Pengadilan banding) telah melakukan kekeliruan yang nyata. Judex facti telah melakukan kekeliruan yang nyata dan mendasarkan nya atas kebohongan yaitu kesaksian Teguh Gunawarman dan Dwi Joko Supriyanto;
- Bahwa secara substansial hal mengenai keabsahan objek sengketa didasarkan atas pertimbangan mengenai perlindungan mengenai Cekungan Air Tanah (CAT);
- Bahwa CAT diatur dalam Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah yang menyampaikan :
- Untuk menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf a dilakukan dengan cara:
- mempertahankan kemampuan imbuhan air tanah;
- melarang melakukan kegiatan pengeboran, penggalian atau kegiatan lain dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi pemunculan mata air;
- membatasi penggunaan air tanah, kecuali untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
- Untuk menjaga daya dukung akuifer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf b dilakukan dengan mengendalikan kegiatan yang dapat mengganggu sistem akuifer;
- Bahwa Keputusan Presiden R.I. Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah, di dalam Lampiran I, Daftar Cekungan Air Tanah (CAT) di Indonesia, pada point Nomor 124, menentukan bahwa Cekungan Air Tanah Watuputih, di koordinat (bujur) III 029′ 0.73″ – 1110 32′ 56.27″, koordinat (lintang) – 060 50′ 41.56″ – 60 50′ 41.56″, seluas 31 km2, Kabupaten Rembang dan Blora, masuk dalam kategori B;
- Bahwa Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 pada Pasal 32 jo. Pasal 34, menegaskan bahwa Kabupaten Rembang termasuk areal Kawasan Lindung yang dikelola oleh masyarakat. Kemudian Pasal 63 menegaskan bahwa daerah pegunungan Cekungan Watuputih merupakan kawasan imbuhan air tanah. Selanjutnya, Pasal 36 huruf d jo. Pasal 31 huruf b menegaskan, bahwa kawasan sekitar mata air merupakan kawasan perlindungan setempat yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup;
- Bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031, pada Pasal 16 ayat (5) huruf l dan huruf m, menegaskan Kecamatan Gunem dan Kecamatan Bulu merupakan Kawasan Sekitar Mata Air seluas ± 501 Ha;
- Bahwa Peta Hasil Overlay CAT Watuputih membuktikan areal penambangan PT Semen Gresik (Persero) Tbk yang telah berganti nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. meliputi juga kawasan CAT Watuputih terdapat 22 ponor, 3 goa, dan 4 mata air, yang merupakan kawasan karst;
- Bahwa secara substansial hal mengenai keabsahan objek sengketa didasarkan pula atas pertimbangan mengenai Partisipasi Masyarakat;
- Bahwa Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak besar dan penting wajib didukung dengan dokumen AMDAL. Lebih lanjut, Pasal 30 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menentukan bahwa keanggotaan Komisi Penilai AMDAL harus ada unsur atau wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak;
- Hakikat sosialisasi bukanlah terbatas kepada formalitas pelaksanaannya saja, melainkan wajib memperhatikan efektifitas atau keberhasilan penyampaian pesan kepada seluruh kelompok masyarakat baik langsung maupun tidak langsung ataupun melalui perwakilan dan sesuai dengan bahasa dan tingkatan strata sosial mereka;
- Sudah menjadi tugas Pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam negara Welfare Statemengayomi setiap insan dan seluruh tumpah darah Indonesia serta menghormati hak-hak masyarakat dan mengakomodir setiap alasan keberatan dan menjelaskan langkah penyelesaian;
- Bahwa dengan demikian, menurut hemat Majelis Hakim peran serta masyarakat (inspraak) tersebut belum mencerminkan keterlibatan atau keterwakilan setiap komponen masyarakat yang berpotensi terkena dampak langsung atau tidak langsung. Berkaitan dengan itu, sosialisasi yang dilakukan juga dinilai belum dilaksanakan menurut yang seharusnya;
- Bahwa berdasarkan keterangan saksi Majelis Hakim berpendapat bahwa:
- CAT merupakan suatu wilayah tertentu tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung, sehingga ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan (2) mencakup untuk wilayah CAT;
- Asas kehati-hatian dan asas kecermatan dari Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) memberi arah kepada penyelenggara negara agar lebih mengutamakan “menghindari potensi kerusakan/bahaya daripada mengambil manfaat”. Dengan kata lain, untuk mendapatkan manfaat wajib menjauhi potensi kerusakan;
- Bahwa dari pertimbangan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa kegiatan penambangan dan pengeboran di atas CAT pada prinsipnya tidak dibenarkan;
- Bahwa pada beberapa bagian dokumen AMDAL tidak memperlihatkan solusi yang konkret dan tidak tergambar cara alternatif penanggulannya terhadap masalah kebutuhan warga, antara lain kekurangan air bersih dan kebutuhan pertanian. Hal ini tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan dan asas kelestarian, asas kehati-hatian, serta asas kecermatan dalam penyusunan AMDAL yang dijadikan pendukung utama penerbitan objek sengketa;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas terbukti penyusunan dokumen AMDAL mengandung cacat prosedur, sehingga keputusan objek sengketa yang diterbitkan berdasarkan dokumen AMDAL tersebut secara mutatis mutandis mengandung cacat yuridis pula. Oleh karena itu, patut dinyatakan batal;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali Para Pemohon, mengadili kembali dan menyatakan batal dan tidak sah Objek sengketa serta mewajibkan Gubernur untuk mencabut objek sengketa;
- Terhitung sejak putusan dibacakan oleh Majelis Hakim MA pada tanggal 5 Oktober 2016, obyek sengketa a quo (Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012) telah DIBATALKAN sehingga segala kegiatan pembangunan pabrik semen yang dilakukan oleh Termohon PK harus dihentikan;
- Bahwa Gubernur Jawa Tengah harus mencabut Izin Lingkungan a quo berdasarkan putusan majelis hakim PK;
Tentang Implikasi Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016
- Bahwa dalam Pasal 97 ayat (8) dan ayat (9) UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dinyatakan yaitu:
- Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.
- Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) berupa :
- pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau
- pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau
- penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3;
- Bahwa berdasarkan pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
- Izin Lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan
- Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan;
- Bahwa dalam penjelasannya, Pasal 40 ayat (1) ialah sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan izin usaha dan/atau kegiatan dalam ayat ini termasuk izin yang disebut dengan nama lain seperti izin operasi dan izin konstruksi”.
- Bahwa seluruh izin usaha dan/atau kegiatan juga termasuk izin yang disebut dengan nama lain seperti izin operasi dan izin konstruksi PT Semen Indonesia di Rembang “batal demi hukum” dan tentu saja tidak berlaku lagi;
Tentang Keluarnya SK Gubernur Nomor 660.1/30 Tahun 2016
- Bahwa pada 9 November 2016, Gubernur Jawa Tengah telah menerbitkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
- Bahwa diketahui dalam SK a quo didahului dengan adanya Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU-66304.AH.01.02.Tahun 2012 Tanggal 27 Desember 2012tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan;
- Bahwa diketahui dalam SK a quo didahului dengan adanya Berita Acara Pemerintahan Laporan Pelaksanaan Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah Nomor 660.1/BLH.II/1592 tanggal 22 Agustus 2016;
- Bahwa diketahui dalam SK a quo didahului dengan adanya Surat Direktur Enjiniring dan Proyek PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk Nomor 10629.1/PP.01.02/247000/092016 Perihal Permohonan Perubahan Izin Lingkungan tanggal 13 September 2016;
- Bahwa diketahui dalam SK a quo didahului dengan adanya Berita Acara Pembahasan Dokumen Perubahan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen Oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah Nomor 660.1/BLH.II/1831 tanggal 28 September 2016;
- Bahwa dalam konsideran Menimbang SK a quo menyatakan bahwa kegiatan penambangan dan pembangunan pabrik semen oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. telah memiliki Izin Lingkungan yaitu SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 yang menjadi objek sengketa dan telah diputus melalui Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016;
- Bahwa dalam konsideran Menimbang SK a quo didasarkan atas adanya perubahan kepemilikan dari PT Semen Gresik (Persero) Tbk kepada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk yang dalam akta notaris sudah sejak 20 Desember 2012 dan atas adanya perubahan luasan lahan;
- Bahwa dalam konsideran Menimbang huruf d SK a quo didasarkan pada Pasal 51 ayat (1) dan ayat (3) PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang dengan demikian perlu menetapkan Keputusan Gubernur tentang izin lingkungan Pasal 51 ayat (1) dan ayat (3) ialah sebagai berikut:
- Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menerbitkan perubahan Izin Lingkungan.
- Berdasarkan laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menerbitkan perubahan Izin Lingkungan;
- Bahwa SK a quo dalam konsideran mengingat angka 5 masih mengingat SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/10 Tahun 2012 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Penambangan Dan Pembangunan Pabrik Semen Oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
- Bahwa SK a quo dalam diktum kedelapan menyatakan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tidak berlaku; dan bahwa SK a quo sama sekali tidak ada mempertimbangkan Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016;
- Terbitnya SK a quo menjadi masalah, bukankah Gubernur Jawa Tengah sudah mengetahui bahwa: (1) SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 sedang menjadi obyek sengketa TUN?; (2) Putusan Mahkamah Agung telah dipublikasikan dalam website resminya per 5 Oktober 2016 yang mengutip amar putusannya, yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali?
- Sekalipun Gubernur Jawa Tengah berdalih belum menerima salinan putusan, tetapi dua pertanyaan di atas menjadi kunci penting kecerobohan seorang pejabat TUN yang dengan sewenang-wenang mengeluarkan keputusan administratif yang justru menciptakan Ketidakpastian Hukum;
- Bahwa SK a quo telah bertentangan dengan asas kepastian hukum dimana penerbitannya berdasarkan atas SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 yang secara sah diketahui oleh Pejabat Pemberi SK a quo sedang dalam proses hukum bahkan telah mengetahui proses hukum tersebut pada 5 Oktober 2016 telah diputus oleh Mahkamah Agung;
- Bahwa Asas Kepastian Hukum sebagaimana dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf a sebagai berikut:“Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan”;
- Bahwa Surat permohonan perubahan izin lingkungan baru dimohonkan tertanggal 13 September 2016. Dimana diketahui bahwa hal mengenai perubahan kepemilikan yang menjadi dasar terbitnya SK a quo pada dasarnya TELAH ADA sejak tahun 2012 dengan bukti yaitu Konsideran Menimbang huruf b yang menjelaskan adanya akta Pernyataan Keputusan Rapat Perusahaan Perseroan PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Oleh notaris Hana Tresna Widjaja, SH Nomor 115 Tanggal 20 Desember 2012 serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU-66304.AH.01.02.Tahun 2012 tanggal 27 Desember 2012 Tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan;
- Secara hukum, bahwa berdasarkan Pasal 50 ayat (1) PP No 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan diatur yaitu: “Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan, apabila Usaha dan/atau Kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan direncanakan untuk dilakukan perubahan”. Sementara dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a PP tersebut menyatakan yaitu “Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan”;
- Bahwa permohonan perubahan Izin Lingkungan sebenarnya wajib dilakukan perubahan sejak lama mengingat antara tahun 2012 sampai 2016 ialah 4 (empat) tahun, dan selama itu pula Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki Kewajiban mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan tidak menjalankan kewajibannya, justru saat SK Izin Lingkungan tengah dalam proses hukum kewajiban itu baru dilaksanakan;
- Bahwa sejak gugatan di PTUN Semarang (2014) dengan objek sengketa berupa Izin Lingkungan Tahun 2012 tersebut, telah disadari oleh Para Penggugat bahwa telah terjadi perubahan dari PT Semen Gresik (Persero) Tbk menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Bahkan dalam Putusan TUN di PTUN, PTTUN dan Mahkamah Agung, telah menyebutkan hal tersebut. Sehingga argumentasi perubahan yang dikemukakan Ganjar Pranowo sebagai addendum, jelas pernyataan yang sekadar menyandarkan surat permohonan PT Semen Indonesia, dan ini menjadi mengada-ada atau sekadar dibuat-buat untuk mengacaukan administrasi suatu korporasi yang diikuti oleh keputusan pemerintah yang tidak peka atas masalah hukum berikut akibat hukumnya;
- Bahwa dengan dasar konsideran Menimbang yang menyatakan Kegiatan Penambangan dan Pendirian Pabrik Semen oleh PT Semen Gresik (Persero).Tbk telah memiliki Izin Lingkungan ialah sebagai dasar pertimbangan untuk dapat mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan. Tanpa adanya Izin Lingkungan tentu tidak dapat dimohonkan Permohonan Izin Lingkungan. Karena hal ini pula sehingga dapat dijelaskan bahwa SK a quo berkaitan secara mendasar dengan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012;
- Bahwa berdasarkan perbandingan antara Konsideran Menimbang huruf f dengan bunyi Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 27 Tahun 2012, telah didapatkan kerancuan dan ketidakkonsistenan yang nyata yaitu secara normatif diatur bahwa dalam hal terjadi perubahan Gubernur sesuai kewenangannya menerbitkan perubahan izin lingkungan. Namun, dalam implementasinya, SK a quo menyatakan perlu menetapkan Keputusan Gubernur tentang izin lingkungan yang seharusnya perubahan izin lingkungan. Hal ini secara formil telah bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum. Apabila perubahan izin itu dimaknai sebagai izin baru tentu berimplikasi terhadap kepercayaan masyarakat sehingga sangat wajar jika terdapat dampak sosial terhadap kesalahan yang nyata tersebut;
- Bahwa sekalipun Izin Usaha dan/atau kegiatan yang telah diterbitkan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, dinyatakan dicabut oleh SK a quo, yang artinya secara administratif SK Izin Lingkungan 660.1/17 Tahun 2012 dinilai sudah tidak ada lagi, namun perintah Mahkamah Agung dalam argumentasi yang disebutkan dalam putusan, menjadi tetap harus dilaksanakan;
- Poin di atas bisa dicontohkan, bahwa SK a quo yang masih menggunakan SK Kelayakan Lingkungan Hidup yang menjadi dasar penetapan kelayakan proses AMDAL untuk penerbitan SK Izin Lingkungan 660.1/17 Tahun 2012 tersebut, secara formil justru bermasalah karena SK a quo masih menyandarkan penerbitan SK Izin Lingkungan 660.1/17 Tahun 2012;
- Bahwa pernyataan ketidakberlakuan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 dalam dictum kedelapan SK a quo tidak dapat serta merta membatalkan kewajiban yang dinyatakan sebagai pelaksanaan Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016 dan tidak dapat serta merta pula memisahkan antara SK a quo yang bersifat perubahan dengan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 yang menjadi dasar perubahan;
- Bahwa pernyataan dalam dictum kesembilan SK a quo yang menyatakan Izin Usaha dan/atau Kegiatan yang telah diterbitkan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 dinyatakan masih tetap berlaku tidak lebih menjelaskan hubungan antara SK a quo dan SK sebelumnya dimana Izin Usaha dan/atau Kegiatan yang dimaksud merupakan unsur materiil dari pelaksanaan penerbitan suatu Izin Lingkungan berdasarkan UU 32 Tahun 2009 jo PP 27 Tahun 2012;
- Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan:
- Bahwa secara jelas bahwa dalam SK a quo tidak ada sama sekali merujuk mengenai Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016 yang sebenarnya telah diputus sebelum SK a quo diterbitkan sehingga secara jelas bahwa pernyataan tidakberlaku nya SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 dalam dictum kedelapan SK a quo bukan merupakan Pelaksanaan Putusan PK MA;
- Karena bukan pelaksanaan Putusan PK MA, maka perintah MA dalam Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016 masih mengikat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo;
- Terbitnya keputusan a quo menunjukkan betapa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, telah bertindak dengan penuh kecerobohan yang tidak seharusnya dilakukan oleh pejabat TUN, apalagi dengan sewenang-wenang mengeluarkan keputusan administratif yang justru menciptakan Ketidakpastian Hukum;
- Bahwa keputusan a quo pula bertentangan dengan asas-asas perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai UU 32 Tahun 2009 jo PP 27 Tahun 2012, yang sebenarnya jelas mengingkari asas manfaat, asas keadilan, asas partisipatif dan tata kelola pemerintahan yang baik.
- Bahwa pemaknaan SK a quo sebagai perubahan izin lingkungan sehingga sudah seharusnya jika Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016 dilaksanakan yaitu membatalkan dan mencabut SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 mengakibatkan SK a quo “BATAL DEMI HUKUM”.
SK Gubernur Nomor 660.1/30 Tahun 2016 BUKAN Pelaksanaan Putusan MA Nomor 99 PK/TUN/2016
- Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Kami menegaskan bahwa SK a quo (SK Gubernur Nomor 660.1/30 Tahun 2016) sifatnya adalah perubahan/revisi dan bukanlah izin lingkungan baru. Dari sisi Putusan MA, keputusan tersebut juga jelas bukan pelaksanaan putusan peradilan, karena dalam pertimbangan SK sama sekali tidak disebutkan perintah Putusan MA. Dalam sejumlah pemberitaan pun Ganjar Pranowo mengakui bukan pelaksanaan putusan MA. Artinya, secara hukum, Putusan MA masih mengikat kepada Pejabat TUN yang telah membuat KTUN (SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012);
- Sekalipun demikian, pernyataan Gubernur Jawa Tengah bahwa SK Gubernur Nomor 660.1/30 Tahun 2016 bukan merupakan pelaksanaan Putusan MA dan karena itu masih melakukan pengkajian dalam rangka melaksanakan putusan tersebut, namun pada saat yang sama SK Gubernur Nomor 660.1/30 Tahun 2016 menyatakan mencabut SK Gubernur a quo, telah menimbulkan ketidakjelaskan dan ketidakpastian hukum;
- Secara hukum, apabila SK a quo dimaknai berbeda, yaitu sebagai Izin Lingkungan baru atau Izin Lingkungan yang terpisah dengan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, maka sudah seharusnya SK a quo wajib untuk memiliki AMDAL yang segala syarat formil maupun materiilnya telah ikut batal dengan adanya Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016;
- Atas pemaknaan tersebut, maka Izin Lingkungan tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAL merupakan tindak pidana sesuai dengan Pasal 111 UU 32 Tahun 2009 ayat (1) yaitu: “Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal tau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.
Tentang Perubahan Keputusan Tata Usaha Negara
- Bahwa dalam konsideran Menimbang huruf d SK a quo didasarkan pada Pasal 51 ayat (1) dan ayat (3) PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang dengan demikian perlu menetapkan Keputusan Gubernur tentang izin lingkungan Pasal 51 ayat (1) dan ayat (3) ialah sebagai berikut:
- Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menerbitkan perubahan Izin Lingkungan.
- Berdasarkan laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menerbitkan perubahan Izin Lingkungan;
- Secara gramatikal menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyebutkan,
- Dalam Bab I tentang Kerangka Peraturan Perundang-undangan di sampaikan yaitu: “Pada nama Peraturan Perundang–undangan perubahan ditambahkan frasa perubahan atas di depan judul Peraturan Perundang-undangan yang diubah”.
- Dalam Penjelasan Huruf C. PENCABUTAN angka 221 dinyatakan “Jika ada Peraturan Perundang-undangan lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan Peraturan Perundang-undangan baru, Peraturan Perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut Peraturan Perundang-undangan yang tidak diperlukan itu”.
- Dalam Penjelasan huruf C.5 Ketentuan Penutup angka 146 dinyatakan yaitu “Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dan telah mulai berlaku, menggunakan frasa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.
- Pasal 49 menyatakan berlakunya ketentuan UU 12 Tahun 2011 secara mutatis mutandis berlaku pula pada Keputusan Gubernur;
- Bahwa memperhatikan amar Putusan MA Nomor 99 PK/TUN/2016, diketahui bahwa MA mengabulkan gugatan untuk seluruhnya, menyatakan batal SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 dan mewajibkan Tergugat (Gubernur Jawa Tengah) MENCABUT SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012. Amar Putusan MA tersebut memiliki arti bahwa SK Gubernur Jawa Tengah yang menjadi objek sengketa telah dinyatakan batal dan wajib dicabut oleh Gubernur;
- Hingga saat pendapat hukum ini disusun, tindakan hukum PENCABUTAN atas KTUN tersebut, belum pernah dilakukan, sehingga keberlakuan Putusan MA masih tetap mengikat Pejabat Pembuat KTUN (cq. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo);
- Dalam hal terjadi perubahan KTUN maka perlu mempertimbangkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Bagian Keempat Paragraf 1 Tentang Perubahan Keputusan, Pasal 63 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dinyatakan yaitu :
- Keputusan dapat dilakukan perubahan apabila terdapat:
- kesalahan konsideran;
- kesalahan redaksional;
- perubahan dasar pembuatan Keputusan; dan/atau
- fakta baru.
- Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mencantumkan alasan objektif dan memperhatikan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).
- Keputusan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat ditetapkan oleh Pejabat Pemerintahan yang menetapkan surat keputusan dan berlaku sejak ditetapkannya Keputusan perubahan tersebut;
- Bahwa lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 63 ayat (1) dinyatakan yaitu “yang dimaksud dengan “perubahan” adalah perubahan sebagian isi Keputusan oleh Pejabat Pemerintahan”;
- Bahwa berkenaan dengan Keputusan dan/atau Tindakan tidak sah sebagaimana dalam Pasal 70 dinyatakan sebagai berikut :
- Keputusan dan/atau Tindakan tidak sah apabila:
- dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang tidak berwenang;
- dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang melampaui kewenangannya; dan/atau
- dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bertindak sewenangwenang.
- Akibat hukum Keputusan dan/atau Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi:
- tidak mengikat sejak Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan; dan
- segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada;
- Bahwa akibat Hukum Keputusan dan/atau Tindakan yang Dapat Dibatalkan berdasarkan Pasal 71 yaitu :
- Keputusan dan/atau Tindakan dapat dibatalkan apabila:
- terdapat kesalahan prosedur; atau
- terdapat kesalahan substansi.
- Akibat hukum Keputusan dan/atau Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
- tidak mengikat sejak saat dibatalkan atau tetap sah sampai adanya pembatalan; dan
- berakhir setelah ada pembatalan.
- Keputusan pembatalan dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dan/atau Atasan Pejabat dengan menetapkan dan/atau melakukan Keputusan baru dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan atau berdasarkan perintah Pengadilan.
- Penetapan Keputusan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi kewajiban Pejabat Pemerintahan.
- Kerugian yang timbul akibat Keputusan dan/atau Tindakan yang dibatalkan menjadi tanggung jawab Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
- Bahwa berdasarkan perbandingan antara Konsideran Menimbang huruf f dengan bunyi Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 27 Tahun 2012, telah didapatkan kerancuan dan ketidakkonsistenan yang nyata yaitu secara normatif diatur bahwa dalam hal terjadi perubahan Gubernur sesuai kewenangan nya menerbitkan perubahan izin lingkungan. Namun, dalam implementasinya, SK a quo menyatakan perlu menetapkan Keputusan Gubernur tentang izin lingkungan yang seharusnya perubahan izin lingkungan. Hal ini secara formil telah bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum. Apabila perubahan izin itu dimaknai sebagai izin baru tentu berimplikasi terhadap kepercayaan masyarakat sehingga sangat wajar jika terdapat dampak sosial terhadap kesalahan yang nyata tersebut;
- Bahwa secara hukum bila ditafsirkan secara gramatikal, bagian memperhatikan SK a quo dan UU 12 Tahun 2011 terdapat kesalahandalam penyusunan SK a quo yang berkaitan dengan tidak adanya frasa “Perubahan” pada Judul. Apabila dikaitkan dengan Pasal 51 PP Nomor 27 Tahun 2012 maka terdapat pertentangan serta secara hukum dapat dikatakan cacat prosedur;
- Bahwa pada dasarnya perubahan KTUN dimungkinkan apabila terdapat kesalahan-kesalahan tertentu, perubahan mendasar dan/atau fakta baru. Dalam penjelasannya, pemaknaan “perubahan” yang dimaksud adalah perubahan sebagian isi Keputusan oleh Pejabat Pemerintahan. Dengan pemaknaan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari perubahan KTUN secara normatif tidak dimungkinkan apabila perubahan secara keseluruhan isi KTUN;
- Bahwa pada dasarnya, KTUN sebagaimana Pasal 70 dan 71 UU 30 Tahun 2014 dapat dinyatakan tidak sah. SK a quo memiliki kesalahan gramatikal dan prosedural serta berdasarkan Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016, hal yang menjadi dasar SK a quo mengandung cacat yuridis. Karena itu, SK a quo pada secara hukum dapat dinyatakan tidak sah dan wajib dibatalkan;
Tentang SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)
- Bahwa dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 5 huruf b dan huruf c dinyatakan bahwa “Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan: a. … ; b. asas perlindungan terhadap hak asasi manusia; dan c. AUPB”.
- Bahwa dalam Pasal 10 UU 30 Tahun 2014 dinyatakan yaitu: AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: a. kepastian hukum; b. kemanfaatan; c. ketidakberpihakan; d. kecermatan; e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan; g. kepentingan umum; dan h. pelayanan yang baik.
- Asas-asas umum lainnya di luar AUPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan sepanjang dijadikan dasar penilaian hakim yang tertuang dalam putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;
- Bahwa Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan;
- Bahwa Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara: (1) kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2) kepentingan individu dengan masyarakat; (3) kepentingan Warga Masyarakat dan masyarakat asing; (4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5) kepentingan pemerintah dengan Warga Masyarakat; (6) kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) kepentingan manusia dan ekosistemnya; (8) kepentingan pria dan wanita;
- Bahwa yang dimaksud dengan “asas ketidakberpihakan” adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif;
- Bahwa yang dimaksud dengan “asas kecermatan” adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan;
- Bahwa yang dimaksud dengan “asas tidak menyalahgunakan kewenangan” adalah asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan;
- Bahwa yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;
- Bahwa yang dimaksud dengan “asas kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif;
- Bahwa yang dimaksud dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh melanggar hak-hak dasar Warga Masyarakat sebagaimana dijamin dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Bahwa yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Bahwa SK a quo bertentagan dengan asas kepastian hukum, karenasecara gramatikal dan formal telah mengakibatkan ketidakpastian hukum dimana SK a quo atas perubahan dan berlatarbelakang atas adanya permohonan perubahan izin lingkungan, namun dalam judul keputusannya tanpa frasa PERUBAHAN sehingga dapat disalahgunakan dengan diartikan sebagai Izin Lingkungan yang bersifat baru;
- Bahwa SK Gubernur Jawa Tengah a quo mengakibatkan ketidakpastian hukum karena tidak memerhatikan adanya Proses Hukum yang telah diputus untuk membatalkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 yang menjadi dasar pertimbangan SK Gubernur Jawa Tengah a quo;
- Bahwa SK a quo bertentangan dengan asas kemanfaatan. SK a quo diterbitkan diatas SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 yang sedang berproses hukum yaitu dalam waktu tenggang untuk dilaksanakan nya putusan yang telah diputus untuk dibatalkan. Hal itu menampakkan secara jelas ketidakseimbangan antara kepentingan Korporasi dan Kepentingan Warga Masyarakat dan apalagi SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 telah dinyatakan batal dengan pertimbangan hakim yang menyatakan ketidaklayakan penambangan. Selain itu juga telah memberikan ketimpangan antara kepentingan generasi yang sekarang dan generasi yang akan datang yang berpotensi mengancam keberlanjutan lingkungan hidup demi generasi penerus. Selain itu, ketimpangan antara kepentingan manusia dan ekosistemnya dimana pertambangan sudah dinyatakan tidak layak namun justru dikeluarkan keputusan perubahan izin mengakomodir pertambangan yang akan merusak ekosistem;
- Bahwa SK a quo tidak memperhatikan asas ketidakberpihakan dimana hanya berpihak kepada pemohon perubahan izin lingkungan, padahal izin lingkungan yang dimohonkan perubahan secara nyata ditolak oleh warga masyarakat bahkan telah diputus batal namun dalam waktu tenggang untuk pelaksanaan putusan;
- Bahwa SK a quo bertentangan dengan asas kecermatan dimana sangat tidak cermat menerbitkan SK Gubernur Jawa Tengah a quo karena jelas Gubernur mengetahui bahwa SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 yang menjadi dasar pertimbangan perubahan dalam proses hukum bahkan telah diputus untuk dibatalkan dan dicabut;
- Bahwa SK a quo bertentangan dengan asas tidak menyalahgunakan kewenangan. Dapat dikatakan sewenang-wenang yang bertentangang dengan asas tidak menyalahgunakan kewenangan yaitu berdasarkan Pasal 17, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 yaitu :
- Pasal 17 ayat (2) yang menyatakan:
- Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang.
- Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. larangan melampaui Wewenang; b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau c. larangan bertindak sewenang-wenang.
- Pasal 18 ayat (3) yang berbunyi: “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”;
- Bahwa SK Gubernur Jawa Tengah a quo diterbitkan bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu Putusan MA Nomor 99 PK/TUN/2016 sehingga dapat dikatakan Gubernur Jawa Tengah telah bertindak sewenang-wenang. Untuk itu, konsekuensinya dapat di lihat dalam Pasal 19 ayat (1) yaitu: “Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan Pasal 18 ayat (1) serta Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan secara sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 18 ayat (3)tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”;
- Bahwa SK quo bertentangan dengan asas keterbukaan karenatidak berdasarkan keterbukaan kepada masyarakat mendapat akses dan memperoleh informasi karena SK Gubernur Jawa Tengah a quo yang tidak diumumkan walaupun dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 39 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 44 dan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan menyatakan bahwa setiap permohonan dan penerbitan izin lingkungan wajib diumumkan;
- Bahwa SK Gubernur Jawa Tengah a quo tidak dibentuk secara aspiratif, akomodatif dan selektif dalam penerbitannya dimana secara nyata bahwa usaha dan/atau kegiatan yang diakomodir dalam SK tersebut telah menuai penolakan oleh Warga setempat bahkan telah digugat serta dinyatakan batal dalam Putusan MA. Karena itu SK a quo bertentangan dengan asas kepentingan umum;
- Bahwa usaha dan/atau kegiatan yang menjadi substansi SK Gubernur Jawa Tengah a quo akan melanggar hak-hak dasar Warga Masyarakat sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 sehingga bertentangan dengan asas perlindungan terhadap hak asasi manusia antara lain:
Pasal 27
- Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Dengan diterbitkannya SK Gubernur Jawa Tengah a quo, Gubernur Jawa Tengah tidak menjunjung hukum, dalam hal ini Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016
Pasal 28D
- Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dengan diterbitkannya SK Gubernur a quo, Gubernur Jawa Tengah telah menghilangkan hak warga Rembang, khususnya para Penggugat untuk mendapatkan kepastian hukum
Pasal 28H
- Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
SK Gubernur a quo sangat berpotensi untuk merusak lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat pegunungan Kendeng lantaran tidak mempunyai dokumen AMDAL yang digunakan ialah dokumen AMDAL yang telah dinyatakan oleh Putusan MA cacat yuridis.
Pasal 28I
- Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
- Gubernur Jawa Tengah melalui SK Gubernur a quo secara aktif melakukan tindakan yang melanggar hak asasi manusia;
- Bahwa SK a quo bertentangan dengan informasi karena dalam penerbitannya tidak memperhatikan kegiatan dan hasil akhir kegiatan yang menjadi substansi SK a quo yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat yang sedari awal telah menyampaikan keberatan dan penolakan dengan data yang pada dasarnya dapat dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan usaha dan/atau kegiatan dalam substansi SK a quo yang dalam Putusan PK MA Nomor 99 PK/TUN/2016 menyatakan data pemrakarsa tidak dapat dipertanggungjawabkan terkait hal yang menjadi keberatan dan penolakan masyarakat;
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas, maka diambil kesimpulan sebagai berikut:
- Bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 yang menyatakan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 tahun 2012 telah batal dengan penambahan kewajiban bagi Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan;
- Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, sesungguhnya telah mengetahui amar putusan tersebut pada 5 Oktober 2016, sekalipun ia baru menerima salinan putusan pada tanggal 17 November 2016. Artinya, Keputusan Gubernur Jawa Tengah yang menerbitkan Izin Lingkungan Nomor 660.1/30 Tahun 2016 ini terjadi setidaknya 29 hari (berdasarkan tanggal pemberitaan di com) setelah Gubernur Jawa Tengah tahu bahwa perkara Nomor 99 PK/TUN/2016 telah diputus oleh MA;
- Oleh sebab itu, terbitnya SK Nomor 660.1/30 Tahun 2016, bukan semata menjauhkan kepastian hukum, tetapi pula memperlihatkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, bertindak sewenang-wenang, tidak mencerminkan prinsip perlindungan hak asasi manusia, dan pula bertentangan dengan kewajiban hukum yang seharusnya ia patuhi;
- Bahwa penting dipahami, dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Agung, batalnya SK Nomor 660.1/17 Tahun 2012 didasarkan atas telah terbukti penyusunan dokumen AMDAL mengandung cacat prosedur, sehingga keputusan objek sengketa yang diterbitkan berdasarkan dokumen AMDAL tersebut secara mutatis mutandis mengandung cacat yuridis pula;
- Bahwa implikasi dibatalkannya SK Nomor 660.1/17 Tahun 2012, maka berdasarkan Pasal 40 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menyatakan izin lingkungan merupakan syarat untuk diterbitkannya izin usaha dan/atau kegiatan (izin operasi, izin konstruksi dan izin dengan nama lain) sehingga apabila izin lingkungan dinyatakan dicabut maka izin usaha dan/atau kegiatan dinyatakan batal. Sementara Izin lingkungan telah dinyatakan batal dan diwajibkan untuk dicabut oleh Putusan MA Nomor 99 PK/TUN/2016;
- Bahwa Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah merupakan Perubahan Izin Lingkungan dan bukan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016, namun SK a quo secara sah menyebutkan dalam judul yaitu sebagai “izin lingkungan” dan bukan perubahan izin lingkungan. Hal tersebut, sekali lagi, keliru alias menyesatkan, membuat ketidakpastian hukum, serta memperlihatkan keberpihakannya kepada PT Semen Indonesia daripada perlindungan hukum warga pegunungan Kendeng. Secara gramatikal, prosedural bahkan yuridis, sebagaimana diuraikan lengkap di atas, memperlihatkan SK a quo sarat dengan kecacatan dan kekeliruan;
- Bahwa Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah bersifat perubahan “sebagian” sehingga memiliki relasi antara KTUN yang diubah dan perubahan KTUN yang berarti ketika KTUN dibatalkan dan dicabut maka perubahan KTUN sudah seharusnya BATAL DEMI HUKUM;
- Bahwa Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah tidak memenuhi asas-asas Negara Hukum KHUSUSNYA asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas keterbukaan, asas kepentingan umum serta tidak memenuhi asas perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan asas akuntabilitas. Apa yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah merupakan contoh pejabat TUN yang sangat buruk dan tidak profesional dalam menjalankan mandat penyelenggaraan pemerintahan dalam sistem Negara Hukum Indonesia, termasuk mengeluarkan kebijakan yang justru bertentangan dengan hukum;
- Bahwa Gubernur Jawa Tengah masih memiliki KEWAJIBAN melaksanakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016, yaitu dengan mencabut Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 tahun 2012 beserta Izin turunannya serta perubahannya. Pelaksanaan tersebut sesuai dengan prinsip tertib administratif;
- Bahwa apabila pemaknaan SK a quo ialah Izin Lingkungan (bukan perubahan) dimana SK a quo mendasarkan atas syarat formil dan materil dari izin lingkungan yang telah dinyatakan batal oleh Mahkamah Agung. Maka kewajiban agar Izin Lingkungan di terbitkan setelah adanya penyusunan Dokumen AMDAL, Penilaian dan penetapan SK Kelayakan Lingkungan tidak terpenuhi. Karena itu memenuhi unsur pidana sesuai dengan Pasal 111 UU 32 Tahun 2009 bagi Pejabat pemberi izin lingkungan tanpa dilengkapi dokumen AMDAL dengan ancaman hukuman penjara paling lama 3 (tiga) Tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,- (Tiga Milyar Rupiah);
- Dengan tidak disebutkannya Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 dalam SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 maka SK Gubernur a quo masih tetap berlaku sekalipun SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 telah mencabutnya. Apabila Gubernur Jawa Tengah melaksanakan putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 dengan mencabut SK Gubernur a quo, maka izin/usaha PT. Semen Gresik Tbk (sekarang PT. Semen Indonesia Tbk) yang didasarkan pada SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 HARUS DIHENTIKAN karena SK Gubernur tersebut bukanlah pelaksanaan dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016. Dalam situasi tersebut SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 merupakan putusan TUN yang tidak memiliki landasan hukum dan dengan demikian harus dianggap tidak memiliki kekuatan hukum apapun.
Demikian Pendapat Hukum kami susun untuk menjadi bahan pertimbangan dan kebijakan yang lebih baik bagi tata kelola pemerintahan yang sejalan dengan berlakunya asas-asas umum pemerintahan yang baik, prinsip demokrasi, perlindungan hak asasi manusia dan Negara Hukum Indonesia.
Yogyakarta, 9 Januari 2017
Koalisi Akademisi Hukum Indonesia untuk Keadilan Kendeng
Awaludin Marwan, S.H., M.H., M.A. (Fakultas Hukum Universitas Pandanaran, Semarang)
Benny D. Setianto, SH., LLM., MIL. (Fakultas Hukum dan Komunikasi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang)
Bivitri Susanti, SH., LL.M. (Wakil Ketua Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Jakarta)
David Bayu Narendra, S.H., M.H. (Fakultas Hukum Universitas Pandanaran, Semarang)
Devi Rahayu, SH., MH., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo, Madura)
Donny Danardono, SH., Mag.Hum. (Ketua Prodi Magister Lingkungan dan Perkotaan dan Fakultas Hukum dan Komunikasi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang)
Dri Utari CR, S.H., LL.M (Fakultas Hukum Universitas Airlangga)
Dwi Rahayu K, S.H., MA. (Ketua Departemen HTN Fakultas Hukum Universitas Airlangga)
Prajwalita Widiati, SH., LLM. (Fakultas Hukum Universitas Airlangga)
Esmi Warasih Pujirahayu, SH., MS., Dr., Prof. (Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang)
Fery Amsari, SH., MH., LLM. (Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang)
Franky Butar-Butar, SH., M.Dev.Prac. (Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya)
Frits Siregar, SH., LLM., PhD. (Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Jakarta)
Haris Azhar, SH., MA (Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta)
Haris Retno S, S.H,.M.H. (Ketua Pusat Studi Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda)
Harry Supriyono, SH., M.Si., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta)
Hasan Muazis, S.H., M.H. (Fakultas Hukum Universitas Pandanaran, Semarang)
Herdiansyah Hamzah, S.H., LLM. (Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda)
Herlambang P. Wiratraman, SH., MA., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya)
Hifdzil Alim, S.H,.M.H. (Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada)
Tisnanta, SH., MH., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung)
Iman Prihandono, SH., MH., LLM., PhD. (Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya)
Joeni A. Kurniawan, SH., MA. (Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya)
Khairani Arifin, SH., M.Hum (Ketua Pusat Studi HAM, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh)
Kurnia Warman, SH., MH., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang)
Manunggal K. Wardaya, SH., LLM. (Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto)
Mela Ismelina, SH., M.H., Dr. Prof. (Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung)
Melkias Hetharia,S.H.,M.H., Dr., Prof. (Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih, Jayapura)
Mohamad Ilham Agang, S.H., M.H., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Borneo, Tarakan)
Muhtar Said, S.H., M.H. (Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta)
Myrna A. Safitri, PhD (Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta)
Oce Madril, S.H., M.A. (Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta)
Rahayu., SH., MH. Dr., Prof. (Fakultas Hukum Universitas Diponegoro)
Rian Adhivira Prabowo, S.H., S.Sos, M.H. (Fakultas Hukum Universitas Pandanaran, Semarang)
Rikardo Simarmata, PhD. (Fakultas Hukum Universitas Gajahmada, Yogyakarta)
Siti Rakhma Mary Herwati, SH., M.Si., MA. (Prodi Hukum Universitas Presiden, Bekasi)
Stefanus Laksanto Utomo, S.H.,M.H., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Sahid)
Suteki, S.H., M.Hum., Dr. Prof. (Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang)
Syukron Salam, SH., MH. (Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Semarang)
Tristam P. Moeliono, SH., LLM., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Riawan Tjandra, SH., MH., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta)
Widodo Dwi Putro, S.H., M.H., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat)
Yance Arizona, SH., MH., MA. (Prodi Hukum Universitas Presiden, Bekasi)
Zainal A. Mochtar, SH., LLM., Dr. (Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta)
[1] Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 Hlm. 106
[2] Ibid Hlm. 65
[3] Ibid Hlm. 109-110
[4] Ibid Hlm. 114
[5] SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 Tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen Dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk Di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Konsideran Memperhatikan angka 3
[6] Ibid, Diktum kedelapan
[7] Ibid, Diktum Kesembilan