Rilis Pers:
Membungkam Kebenaran Melalui Putusan Penuh Kejanggalan: Manuver Negara Mengubur Fakta Seputar Kematian Munir
Kamis, 16 Februari 2017 merupakan hari yang teramat kelam bagi penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi di Indonesia. Pada hari ini, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) yang menyidangkan perkara No. 3/G/KI/2016/PTUN-JKT mengabulkan keberatan dari Kementerian Sekretariat Negara RI (Kemensetneg).
Dalam salah satu amarnya, Majelis Hakim membatalkan Putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Publik No. 025/IV/KIP-PS-A/2016 yang sebelumnya telah memutuskan bahwa Laporan Hasil Penyelidikan TPF Kasus Meninggalnya Munir termasuk kedalam kategori informasi publik lain yang berkaitan dengan kepentingan publik, dan oleh karenanya Pemerintah, dalam hal ini Kemensetneg wajib mengumumkan Laporan tersebut kepada masyarakat.
Berkaitan dengan keputusan ini, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan pendapat dengan beberapa alasan:
Pertama terdapat kejanggalan pada proses pemeriksaan permohonan di PTUN, dimana pemeriksaan dilangsungkan secara tertutup, dan para pihak hanya dipanggil untuk mendengarkan pembacaan putusan. Padahal, Pasal 8 ayat (2) Perma No. 2/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan membebankan kewajiban agar pemeriksaan keberatan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Kedua sejatinya drama saling lempar tanggung jawab antar Presiden Jokowi dan Presiden SBY telah berakhir pada tanggal 26 Oktober 2016 silam, dimana Presiden SBY telah menyerahkan salinan Laporan Hasil Penyelidikan TPF Kasus Meninggalnya Munir pada Kemensetneg. Sehingga jika Pemerintah RI mempunyai itikad baik untuk mengungkapkan kebenaran, maka dokumen tersebut sudah dapat diungkapkan kepada publik sejak Kemensetneg menerima salinan Laporan dari SBY, dan tidak mengulur-ulur perkara dengan mengajukan permohonan keberatan terhadap Putusan Majelis Komisioner KIP pada PTUN.
Ketiga alasan bahwa Kemensetneg tidak menyimpan Laporan Hasil Penyelidikan TPF Munir tidaklah dapat dijadikan bahan pertimbangan utk mengabulkan keberatan Kemensetneg. Hal ini dikarenakan Pasal 11 huruf f Peraturan Presiden No. 24/2015 tentang Kementerian Sekretariat Negara membebankan kewajiban bagi Sekretariat Presiden, yang notabene berada dibawah Kemensetneg untuk memberikan dukungan administrasi arsip dan dokumentasi bagi Presiden.
Sehingga terhadap putusan tersebut, LBH Jakarta bersama dengan KontraS akan mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung guna melawan legalisasi tindakan kriminal negara yang telah dengan sengaja menutupi atau menyembunyikan Laporan TPF Munir.
Jakarta, 17 Februari 2017
Hormat Kami,
LBH Jakarta
KontraS
Alghiffari Aqsa (0812 8066 6410)
Yunita (0899 9000 627)
Putri Kanesia (0815 1623 293)
LBH Jakarta, KontraS, Omah Munir, Setara Institut, YLBHI, Imparsial, FAHAM