Rabu (1/2/2017) kemarin dalam rapat kerja bersama Kejaksaan Agung, beberapa anggota Komisi III DPR RI memakai kemeja bertuliskan Bring Back Justice. Kemeja tersebut merupakan seragam baru untuk anggota Komisi III DPR RI. Tidak hanya itu, Jaksa Agung M. Prasetyo juga diberi kaus bertuliskan Bring Back Justice. Salah satu anggota Komisi III DPR RI Junimart Girsang menjelaskan dalam wawancara yang dikutip oleh kompas.com,
“Tadi kami ngobrol sama Pak Jaksa Agung, dan beliau bilang, ‘Wah bagus juga kemejanya.’ Pak Bamsoet (Ketua Komisi III Bambang Soesatyo) bilang, ‘Kalau Pak Jaksa Agung mau, boleh kita berikan.’ Ya kami kasih sebagai bukti, kami sudah punya moto, waktu itu kami bikin bentuk pakaian,” ujar Junimart.
Dalam hal ini Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengapresiasi Komisi III DPR RI menggunakan Bring Back Justice sebagai motonya. Artinya keadilan menjadi hal yang paling utama. Namun LBH Jakarta juga menyayangkan adanya klaim bahwa Bring Back Justice merupakan hasil buah pikiran dari Komisi III DPR RI. Seperti yang diutarakan oleh anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dalam wawancaranya dengan kompas.com,
“(Ide membuat seragam ‘bring back justice’) sejak polisi bikin kaus yang itu (‘turn back crime’). Kami kemudian bikin ‘bring back justice’,” ucap Arsul.
Lahirnya Bring Back Justice merupakan inisiasi dari LBH Jakarta setahun lalu yang memandang upaya pembungkaman demokrasi di Indonesia semakin menjadi. Masyarakat yang kritis dan lantang dijawab dengan kriminalisasi. Mulai dari Mahasiswa, Buruh, Pengacara Publik LBH, Pegiat Anti Korupsi, Pimpinan/Penyidik KPK. Perlawanan dan penyuaraan keprihatinan juga dibalas dengan intimidasi sampai dengan pembunuhan, dari petani, nelayan, jurnalis, dan lainnya. Atas keadaan seperti itu, perlu adanya simbol perlawanan bersama terhadap ketidakadilan dan hukum yang dijadikan alat kekuasaan. Simbol ini juga ditujukan untuk mengkritik kepolisian yang menggunakan baju bertuliskan Turn Back Crime menangkap, memukuli, dan merusak barang-barang buruh saat aksi PP78 tentang Pengupahan. Artinya semakin menunjukkan polisi mengedepankan penegakan hukum, melawan kriminal, tanpa ada substansi keadilan.
Kemudian LBH Jakarta membuat kaus Bring Back Justice dan dipakai pertama kali saat sidang perdana kriminalisasi 26 aktivis (23 buruh, 2 pengacara publik LBH Jakarta, dan 1 mahasiswa) pada tanggal 22 Maret 2016 lalu. Disaat bersamaan, banyak masyarakat yang melihat dan ingin mendapatkannya dan bahkan salah satu media nasional (metronews.com) meliput khusus http://news.metrotvnews.com/read/2016/03/22/501949/lbh-jakarta-serukan-bring-back-justice. Setelah itu, semakin banyak jaringan buruh, miskin kota dan lainnya meminta izin untuk menggunakan simbol tersebut. Karena Bring Back Justice adalah simbol perlawanan bersama, maka LBH Jakarta membuat penjelasan makna dan penggunaannya yang dimuat dalam website resmi lembaga ( http://www.bantuanhukum.or.id/web/bring-back-justice/ ). Bahwa simbol ini boleh digunakan oleh semua para pencari dan pejuang keadilan.
Harapan kami terhadap Komisi III DPR RI yang menggunakan Bring Back Justice dalam seragamnya, agar tidak hanya mengklaim sepihak tapi menerapkan maknanya untuk menuntaskan kasus-kasus kriminalisasi Mahasiswa, Buruh, Pengacara Publik LBH, Pegiat Anti Korupsi, Petani, Nelayan, Jurnalis, dan sebagainya. Menuntaskan kasus pelanggaran HAM Masa Lalu, pelanggaran HAM di Papua, menghentikan reklamasi, menjamin hak atas perumahan warga, menolak pabrik semen di Kendeng, tidak korupsi, dan lain sebagainya yang merugikan masyarakat.
Jakarta, 2 Februari 2017
LBH Jakarta
Narahubung:
Aditya Megantara (0812 9696 9437)
Alghiffari Aqsa (0812 8066 6410)