REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terbunuhnya salah satu pelaku perampokan TS yang diakui polisi karena melakukan perlawanan ketika penangkapan, mengundang reaksi keras Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan LBH Jakarta Muhamad Isnur mengatakan, tindakan penembakan kepada tersangka yang diakui melawan harus benar-benar diuji dan dievaluasi. “Sudah benar tidak pada protapnya,” katanya, Senin (22/7).
Isnur melanjutkan, pengevaluasian ini karena pihak kepolisian sudah memiliki Protap penggunaan Senjata, dan Protap Upaya Paksa. Menurut dia, setiap tahun Polri menyebutkan angka di mana banyak anggota kepolisian yang diberikan sanksi, termasuk karena penyalahgunaan senjata api.
Ini sesuai dengan riset yang LBH Jakarta lakukan pada 2008, 2010, dan 2012. Isnur mengatakan, dalam riset tersebut, pihaknya menemukan Polisi yang menggunakan senjata sebagai metode penyiksaan.
Tersangka, ia melanjutkan, ditembak karena dipaksa mengaku. “Selain itu mereka menggunakan senjata secara serampangan,” kata Isnur.
Isnur mengimbau kepada Polri, setiap ada kejadian penembakan seperti ini, atasan polisi langsung Propam harus melakukan investigasi, dan melaporkan secara terbuka ke publik. “Ya harus dilaporkan secara publik kronologinya seperti apa,” katanya.
Seperti diketahui, polisi melakukan penembakan terhadap TS, pelaku perampokan rumah mewah, setelah dinilai melakukan perlawanan dan mencoba melarikan diri.
TS juga yang diketahui sebagai residivis LP Cipinang dan Nusakambangan ini, adalah motor penggerak perampokan tersebut dengan banyaknya riwayat tindak perampokan di berbagai tempat, seperti dua kali di Cikarang, Bekasi dan sekali di Baranangsiang Bogor.