Kami Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang terdiri dari Jamil Mubarok (Masyarakat Transparansi Indonesia), Ahmad Biky (Lembaga Bantuan Hukum Jakarta), Alvon Kurnia Palma (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Erwin Natosmal Oemar (Indonesian Legal Roundtable), Muji Kartika Rahayu (Konsorsium Reformasi Hukum Nasional), Wahyu Wagiman (Public Interest Lawyer Network), Ade Irawan (Indonesia Corruption Watch). Dengan ini menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik DPR yang dilakukan oleh
Nama : Priyo Budi Santoso
Pekerjaan : Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Jabatan : Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Alamat : Jl. Jend. Gatot Subroto – Jakarta 10270
Tindakan yang dilakukan oleh Sdr. Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR atau Terlapor pada 22 Mei 2013 yang “memfasilitasi” 9 narapidana perkara korupsi dengan mengirimkan surat penyampaian pengaduan kepada Presiden dan pada 1 Juni 2013 mengunjungi LP Sukamiskin patut diduga melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kode Etik.
Ada 6 (enam) pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Terlapor sebagai berikut:
1. Pasal 2 Ayat (1)
Anggota DPR RI dalam setiap tindakannya lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, partai politik, dan/atau golongan.
Tidakan Terlapor memfasilitasi 9 narapidana perkara korupsi dengan mengirimkan surat kepada Presiden RI dan mengunjungi LP Sukamiskin patut diduga merupakan tindakan untuk kepentingan pribadi, atau partai politik, dan/atau golongan dan bukan tindakan untuk kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan masyarakat secara luas termasuk didalamnya adalah upaya pemberantasan korupsi.
2. Pasal 2 Ayat (2)
Anggota DPR RI bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, mempergunakan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara.
Upaya Terlapor selaku Wakil Ketua DPR dengan mengirimkan surat kepada Presiden RI pada tanggal 22 Mei 2012 telah melampui kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya. Dalam Surat tanggal 7 Februari 2013, permintaan 9 narapidana perkara korupsi adalah mengharapkan kepada Pimpinan Komisi III untuk menindaklanjuti (beraudiensi) untuk dijadikan bahan rapat dengar pendapat (RDP) dengan instansi terkait. Terlapor justru terkesan melakukan tindakan yang tidak diminta oleh perwakilan narapidana yaitu dengan cara mengirimkan langsung surat penyampaian pengaduan kepada Presiden.
3. Pasal 3 Ayat (1)
Anggota DPR RI harus menghindari perilaku tidak pantas yang dapat merendahkan citra dan kehormatan, merusak tata cara dan suasana persidangan, serta merusak martabat lembaga.
Perilaku Terlapor dengan memfasiltasi 9 narapidana perkara korupsi untuk mengirimkan Surat kepada Presiden RI dan mengunjungi LP Sukamiskin mengatasnamakan sidak oleh DPR merupakan perilaku yang dapat merusak citra dan kehormatan dan merusak martabat lembaga DPR.
4. Pasal 3 Ayat (2)
Anggota DPR RI sebagai wakil rakyat, harus menyadari adanya pembatasan-pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku.
Sikap, tindak, dan perilaku Terlapor dengan memfasiltasi 9 narapidana perkara korupsi untuk mengirimkan Surat kepada Presiden RI dan mengunjungi LP Sukamiskin mengatasnamakan sidak oleh DPR sebagaimana diargumentasikan sebelumnya dapat diartikan sebagai Sikap, tindak, dan perilaku selaku pribadi dan bukan mewakili institusi. Artinya Terlapor sebagai wakil rakyat, tidak menyadari adanya pembatasan-pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku.
5. Pasal 3 Ayat (8)
Anggota DPR RI dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili dan kelompoknya.
Pemberlakukan jam kunjungan/besuk di LP Cipinang yang telah ditentukan berlaku untuk semua orang atau pengunjung tanpa pengecualian. Kedatangan Terlapor di LP Sukamiskin pada 1 Juni 2013 diluar atau melebihi jam kerja kunjungan yang ditentukan dapat diartikan sebagai upaya menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi. Seharusnya sebagai warga yang terhormat atau wakil rakyat, Terlapor seharusnya mengikuti aturan main atau tata tertib yang ditentukan oleh pihak LP Sukamiskin.
6. Pasal 9 Ayat (5)
Anggota DPR RI harus bersikap penuh wibawa dan bermartabat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Bahwa tindakan Terlapor dengan memfasilitasi 9 narapidana perkara korupsi untuk mengirimkan Surat kepada Presiden RI dan mengunjungi LP Sukamiskin mengatasnamakan sidak oleh DPR bukan merupakan tindakan pernuh wibawa dan bermartabat dari seorang anggota DPR RI yang harusnya memiliki keberpihakan dalam upaya pemberantasan korupsi.
D. Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan uraian diatas maka dapat kami simpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Terlapor (Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR) dengan memfasilitasi 9 narapidana perkara korupsi untuk mengirimkan Surat kepada Presiden RI dan mengunjungi LP Sukamiskin mengatasnamakan sidak oleh DPR telah melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kode Etik khususnya Pasal 2 Ayat (1) , Pasal 2 Ayat (2) , Pasal 3 Ayat (1) , Pasal 3 Ayat (2) , Pasal 3 Ayat (8) , dan Pasal 9 Ayat (5).
Bersama ini kami merekomendasikan kepada Ketua Badan Kehormatan DPR RI:
- Segera memanggil dan memeriksa Terlapor (Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR) atas dugaan pelanggaran Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kode Etik DPR RI.
- Menegakkan kode etik DPR RI dengan memberikan sanksi kepada Terlapor apabila dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik DPR RI.
- Memberikan informasi kepada pihak Pelapor mengenai tindakan dan atau hasil yang telah dilakukan oleh Badan Kehormatan DPR RI.
Demikian laporan ini disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi/Pelapor