Mengenali UU Nomor 22 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang-Undang ini adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, terlihat bahwa kelanjutannya adalah merupakan pengembangan yang signifikan dilihat dari jumlah clausul yang diaturnya, yakni yang tadinya 16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.
Jika kita melihat UU sebelumnya yakni UU Nomor 14 Tahun 1992 menyebutkan Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.
Berbeda dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari
upaya memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :
- terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
- terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
- terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
- kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
- kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
- kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Mencermati lebih dalam dari semangat yang telah disebutkan di atas, maka kita harus lebih dalam lagi melihat isi dari Pasal-Pasal yang ada di UU Nomor 22 Tahun 2009. Dari sini kita akan tahu apakah semangat tersebut seirama dengan isi dari pengaturan-pengaturannya, atau justru berbeda. Selanjutkan kita dapat melihat bagaimana UU ini akan berjalan dimasyarakat serta bagaimana pemerintah sebagai penyelenggara negara dapat mengawasi serta melakuakn penegakannya
Perbandingan Pengaturan
UU Nomor 14 Tahun 1992 |
UU Nomor 22 Tahun 2009 |
Bab I Ketentuan Umum | Bab I Ketentuan Umum |
Bab II Asas dan Tujuan | Bab II Asas dan Tujuan |
Bab III Pembinaan | Bab III Ruang Lingkup Keberlakuan Undang-Undang |
Bab IV Prasarana | Bab IV Pembinaan |
Bab V Kendaraan | Bab V Penyelenggaraan |
Bab VI Pengemudi | Bab VI Jaringan Lalu Lintas danAngkutan Jalan |
Bab VII Lalu Lintas | Bab VII Kendaraan |
Bab VIII Angkutan | Bab VIII Pengemudi |
Bab IX Lalu Lintas dan Angkutan | Bab IX Lalu Lintas bagi Penderita Cacat |
Bab X Dampak Lingkungan | Bab X Angkutan |
Bab XI Penyerahan Urusan | Bab XI Keamanan danKeselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
Bab XII Penyidikan | Bab XII Dampak Lingkungan |
Bab XIII Ketentuan Pidana | Bab XIII Pengembangan Industri dan Teknologi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
Bab XIV Ketentuan Lain-Lain | Bab XIV Kecelakaan Lalu Lintas |
Bab XV Ketentuan Peralihan | Bab XV Perlakuan Khusus bagi Penyandang Cacat, Manusia Usia Lanjut, Anak-Anak, Wanita Hamil, dan Orang Sakit |
Bab XVI Ketentuan Penutup | Bab XVI Sistem Informasi danKomunikasi Lalu Lintas danAngkutan Jalan |
Bab XVII Sumber Daya Manusia | |
Bab XVIII Peran Serta Masyarakat | |
Bab XIX Penyidikan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan | |
Bab XX Ketentuan Pidana | |
Bab XXI Ketentuan Peralihan | |
Bab XXII Ketentuan Penutup |
Dari sekian banyak ketentuan yang ada, beberapa pasal yang mendapatkan respon beragam dan menjadi perdebatan di masyarakat, beberapa pasal tersebut adalah :
Ketentuan |
Isi |
Catatan |
107 ayat (2) | Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari | Jika alasannya adalah untuk keselamatan, maka harus diyakinkan hubungan langsung lampu dengan keselamatan pengendara. Selain itu dukungan data-data mengenai penyebab kecelakaan di jalan raya |
112 ayat (3) | Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas. | Seberapa banyan sarana yang teah disediakan |
273 ayat (1) | Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). | Kementerian PU mempermasalahkan pasalpemidanaan penyelenggara jalan yang memang secara hukum tidak berdasarkan konsep yang kuat. Fungsi pemerintahan, termasuk penyelenggaraan jalan, pada prinsipnya adalah pelaksanaan undangundang.Wajarkah aturan perundangan yang memidanakan pelaksana undang-undang? |
Bab XIII | pengembangan industri dan teknologi sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan | Hal ini cukup menarik untuk digarisbawahi, karena tidak cukup jelas mengapa harus adapengaturan tersendiri dalam UU Lalu Lintas dan Jalan Raya menyangkut sektor industri dan pengembangan teknologi. |
302 | Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). | Seberapa banyak sarana halte yang disediakan pada satu trayek angkutan umum. Kita bisa bercermin pada wilayah-wilayah di daerah khususnya di luar Pulau Jawa |
310 | Terkait dengan kelalaian pengemudi hingga mengakibatkan korban jiwa | Sudah diatur dalam Pasal 359 KUHP |
Banyak Pekerjaan Rumah
Untuk melihat UU ini bisa dilaksanakan atau tidak, kita bisa menggunakan satu indikator yakni mengenai sejelas apakah ketentuan-ketentuan yang mengatur, hal ini bisa dilihat seberapa banyak pasal yang harus diterjemahkan lagi dalam peraturan pelaksana dan teknis. Jika diinventaris, maka dapat ditemukan ada 58 peraturan pelaksana dan teknis yang dapat menunjang berlakunya UU Nomor 22 Tahun 2009 ini. Peraturan tersebut beraneka macam, mulai dari Peraturan Desa, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, peraturan Presiden hingga pada Peraturan Pemerintah. Lebih lengkapnya dapat di lihat pada tabel dibawah
No. |
Pasal |
Bentuk |
Tentang |
1 |
13 ayat (5) | Peraturan Pemerintah | forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
2 |
18 | Peraturan Pemerintah | penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan. |
3 |
19 ayat (5) | Peraturan Pemerintah | mengenai jalan kelas khusus |
4 |
20 ayat (3) | Peraturan Pemerintah | pengelompokan kelas jalan dan tata cara penetapan kelas jalan |
5 |
21 ayat (5) | Peraturan Pemerintah | batas kecepatan |
6 |
25 ayat (2) | Peraturan Pemerintah | perlengkapan Jalan |
7 |
27 ayat (2) | Peraturan Daerah | pemasangan perlengkapan Jalanpada jalan lingkungan tertentu diatur |
8 |
32 | Peraturan Presiden | organisasi dan tata kerja unit pengelolaDana Preservasi Jalan |
9 |
39 ayat (3) | Peraturan Daerah | Lingkungan kerja Terminal |
10 |
42 | Peraturan Pemerintah | fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan, dan pengoperasian Terminal |
11 |
43 ayat (4) | Peraturan Pemerintah | Pengguna Jasa fasilitas Parkir, perizinan, persyaratan, dan tata cara penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum |
12 |
46 ayat (2) | Peraturan Pemerintah | pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi teknis fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
13 |
48 ayat (4) | Peraturan Pemerintah | persyaratan teknis dan laik jalan |
14 |
50 ayat (4) | Peraturan Pemerintah | Uji tipe kendaraan bermotor |
15 |
51 ayat (6) | Peraturan Pemerintah | modifikasi dan uji tipe kendaraan bermotor |
16 |
56 | Peraturan Pemerintah | uji berkala |
17 |
57 ayat (4) | Peraturan Pemerintah | Perlengkapan Kendaraan Bermotor |
18 |
59 ayat (6) | Peraturan Pemerintah | persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene |
19 |
59 ayat (7) | peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia | tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene |
20 |
60 ayat (6) | Peraturan Pemerintah | persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum |
21 |
61 ayat (4) | Peraturan Pemerintah | Persyaratan keselamatan |
22 |
63 ayat (2) dan (3) | Peraturan Daerah | jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor |
23 |
64 ayat (6) | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | Registrasi kendaraan bermotor |
24 |
67 ayat (4) | Peraturan Presiden | persyaratan dan prosedur serta pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap |
25 |
68 ayat (6) | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor |
26 |
69 ayat (3) | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | persyaratan dan tata cara pemberian dan penggunaan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor KendaraanBermotor |
27 |
72 ayat (1) | Peraturan Panglima TentaraNasional Indonesia | Registrasi Kendaraan Bermotor Tentara NasionalIndonesia |
28 |
76 ayat (5), 92 ayat (3) | Peraturan Pemerintah | kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif |
29 |
88 | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | tata cara, persyaratan, pengujian, dan penerbitan Surat Izin Mengemudi |
30 |
89 ayat (3) | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | pemberian tanda atau data pelanggaran |
31 |
91 ayat (2) | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | tata cara dan prosedurpengenaan sanksi administratif bagi anggota kepolisian |
32 |
95 ayat (1) | Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Desa | Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas |
33 |
101 | Peraturan Pemerintah | pelaksanaan analisis dampak Lalu Lintas |
34 |
102 ayat (3) | Peraturan Pemerintah | kekuatan hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan |
35 |
103 ayat (4) | Peraturan Menteri | Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas |
36 |
130 | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | penggunaan Jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas |
37 |
133 ayat (5) | Peraturan Pemerintah | Manajemen kebutuhan Lalu Lintas |
38 |
137 ayat (5) | Peraturan Pemerintah | mobil barang yang digunakan untuk angkutan orang |
39 |
141ayat (3) | Peraturan Menteri | Standar pelayanan minimal angkutan umum |
40 |
164 | Peraturan Menteri | angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum |
41 |
165 ayat (4) | Peraturan Pemerintah | angkutan multimoda, persyaratan, dan tata cara memperoleh izin |
42 |
172 | Peraturan Pemerintah | pengawasan muatan angkutan barang |
43 |
178 | Peraturan Pemerintah | izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek |
44 |
182 ayat (4) | Peraturan Menteri | tarif penumpang |
45 |
185 ayat (2) | Peraturan Pemerintah | Subsidi angkutan Penumpang umum |
46 |
192 ayat (5) | Peraturan Pemerintah | Ganti kerugian yang diderita penumpang akibat penyelenggaraan angkutan umum |
47 |
198 ayat (3) | Peraturan Pemerintah | standar pelayanan dan persaingan yang sehat penyelenggaraan angkutan umum |
48 |
202 | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | penetapan program nasional Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
49 |
205 | Peraturan Pemerintah | penetapan rencana umum nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta dankewajiban Perusahaan Angkutan Umum membuat, melaksanakan, dan menyempurnakan sistem manajemen keselamatan serta persyaratan alat pemberi informasi Kecelakaan Lalu Lintas |
50 |
207 | Peraturan Pemerintah | pengawasan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
51 |
209 ayat (2) | Peraturan Pemerintah | pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
52 |
210 ayat (2) | Peraturan Pemerintah | tata cara, persyaratan, dan prosedur penanganan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan yang diakibatkan oleh KendaraanBermotor |
53 |
218 ayat (2) | Peraturan Pemerintah | tata cara dan kriteria pengenaan sanksi administratif |
54 |
225 | Peraturan Pemerintah | pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
55 |
228 | Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia | tata cara penanganan Kecelakaan Lalu Lintas |
56 |
242 ayat (3 | Peraturan Pemerintah | pemberian perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit |
57 |
252 | Peraturan Pemerintah | Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
58 |
255 | Peraturan Pemerintah | pengembangan sumber daya manusia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan |
Pasal 320 : Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku. |
Akan Tertatih-tatih pelaksanaannya
Norma-norma peraturan tanpa adanya sarana pendukung seperti struktur keorganisasian yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pastinya akan berjalan tidak efektif dan efisien. Selain itu, budaya dalam melakukan dan melaksanakan norma-norma peraturan juga harus dinilai, apakah memang sudah tepat masyarakat dapat melaksanakan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana nantinya UU Nomor 22 Tahun 2009 diimplementasikan. Melihat hal ini makan kita dapat menggunakan pendekatan substansi, sutruktural, dan kultural.
Secara substansi, UU Nomor 22 Tahun 2009 masih dapat diperdebatkan. Mulai dari banyaknya amanat untuk membuat aturan pelaksana dan teknis; nilai keefektifan dari penegakan hukum berupa sanksi administrasi, perdata hingga pada pidana; pengaturan mengenai hak dan kewajiban dari penyelenggara negara dan masyarakat, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah untuk lebih mendalami apakah peraturan ini dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Selain itu, apakah norma peraturan tersebut memang lahir dari masyarakat, hal ini guna menjawab kebutuhan siapa yang memang hars dipenuhi. Dengan memperhatikan ini, maka kita dapat melihat apakah suatu peraturan ini akan efektik dan efisien jika dilaksanakan.
Secara struktur, UU Nomor 22 Tahun 2009 telah menjelaskan mengenai pihak yang terkait. Jika kita cermati maka kita dapat melihatnya sebagai berikut :
- Pembinaan menjadi tanggung jawab negara. Pembinaan mencakup perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
- Urusan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
- Urusan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- Urusan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab dibidang industri;
- Urusan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
- Urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Mengkoordinasi penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Tidak hanya cukup siapa yang akan menjalakan apa, tapi juga bagaimana ia harus melakukan dan kapan harus dilaksanakan. Sebagai masyarakat tentunya adalah menjalankan hukum posistif dalam hal ini UU Nomor 22 Tahun 2009, namun perlu diterjemahkan lagi bagaimana situasi dan kondisi dilapangan dapat menunjang masyarakat dapat melaksanakannya. Keharusan yang diterjemahkan sebagai kewajiban harus di dukung oleh seberapa besar dan seberapa banyak petunjuk-petunjuk dilapangan. Terkait dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 ini maka kita bisa mempertanyakan seberapa banyak rambu-rambu dan fasilita-fasiitas penunjang di jalan raya. Harus diingat, pemberlakuan UU tidak hanya pada satu wilayah saja namun berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia, apa yang akan terjadi nantinya jika diterapkan di Kalimantan atau bahkan Papua. Struktur itu harus mampu menunjang masyarakat agar dapat melaksanakannya. Kita bisa lihat diagram di bawah ini, bagaimana kota Semarang masih kekurangan rambu-rambu lalu lintas.
Dari contoh statistik diatas, maka dapat dinilai apakah UU Nomor 22 Tahun 2009 dapat dilaksanakan atau tidak. Sepanjang alat-alat penunjang seperti rambu-rambu serta fasilitas-fasilitas umum di jalan belum terpenuhi kebutuhannya maka pelaksanaan UU juga akan tidak efektif dan efisien.
Sebelum membicarakan kultur, hendaknya kita melihat sejenak hasil survey yang dilakukan oleh tabloit otomotif terkait dengan alasan mengapa tidak yakin UU Nomor 22 Tahun 2009 dapat memperbaiki masalah:
Alasan |
Jumlah (%) |
Kesadaran / disiplin masalah |
30 |
Volume kendaraan terus bertambah / sudah banyak |
10 |
Mental aparat kurang baik |
8 |
Pelaksanaan belum efektif |
6 |
Infrastruktur kurang (jalan, rambu, fasilitas) |
6 |
Jadi lebih macet |
6 |
Tergantung kesadaran masyarakat |
5 |
Jumlah responden 10.045 orang
Dari tabel diatas, hampir keseluruhan berkaitan dengan kultur. 30% misalnya merasa tidak yakin UU Nomor 22 Tahun 2009 dapat memperbaiki masalah karena alasan kesadaran. Diikuti juga ketidakyakinan oleh 8% bahwa mental aparat kurang baik serta 5% tergantung kesadaran masyarakat. Kultur-kultur dari masing-masing pihak ini akan menentukan bagaimana suatu norma dapat dijalankan dengan efektif dan efisien. Akan menjadi tantangan bagi penyelenggara negara ketika kultur-kultur tersebut tidak mendukung untuk melakukan social engineering. Sehingga didapat bagaimana masyarakat sadar untuk melaksanakan peraturan karena ia tahu apa hak dan kewajibannya, atau bagaimana aparat penegak hukum yang benar-benar menjunjung tinggi hukum.
Pengacara Publik dan Staf Penelitian Pengembangan pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Lihat Pasal 4 UU Nomor 22/2009
Lihat “PU Tolak Jika Dipidanakan”, www.kompas.com, 12-01-2010
Imam Nasiman, UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: Tidak Efisien dan Tidak Efektif
Lihat Pasal 5 UU Nomor 10/2004
Lihat Pasal 5 UU Nomor 22/2009
Lihat Pasal 13 ayat (2) UU Nomor 22/2009
Lihat http://semarang.go.id/perhubungan/index.php?option=com_content&task=view&id=44&Itemid=77