12 Maret 2010, Tepat di Ruang Persidangan Mahkamah Konstitusi Ulil Abshar Abdalla, ahli yang dipanggil oleh Mahkamah Konstitusi (MK), setelah memberikan keterangannya mendapatkan ancaman kekerasan dan diteriaki dengan Cap halal darahnya dan diteriaki “bunuh”. Pemukulan dan penyerangan hampir terjadi di Gedung tempat dimana Perjuangan Konstitusional dimana warga Negara berhak akan kebebasan dari ancaman. Kemudian setelah persidangan Sekelompok orang berbaju Putih-Putih dan bersorban melempari gedung LBH Jakarta dengan batu dan buah mengkudu. Di sini lain, selama proses persidangan hak uji materi UU Penodaan Agama pada hari tersebut, muncul intimidasi dan gangguan mewarnai proses persidangan tersebut, teriakan-teriakan yang menyudutkan Kuasa Hukum Pemohon dan Para Pemohon sangat keras dan tajam terdengar. Sangat disayangkan Hakim-Hakim di MK pasif dalam mengantisipasi intimidasi dan gangguan terhadap proses persidangan tersebut.
Pasal 40 ayat (2) UU Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 24/2003 menjelaskan setiap orang yang hadir di dalam persidangan wajib mentaati tata tertib persidangan. Kemudian di dalam pasal 40 ayat (4) menjelaskan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 40 ayat (2) UU a quo merupakan penghinaan terhadap MK (contempt of court). Pasal 5 ayat (2) huruf b,g,h, dan i Peraturan MK No.19/2009 menjelaskan pengunjung sidang dilarang membuat gaduh, menghina para pihak/saksi/ahli, mengajukan dukungan/komentar terhadap ahli/saksi, melakukan perbuatan yang dapat mengganggu persidangan/merendahkan martabat Hakim MK atau kewibawaan MK, memberikan ungkapan berupa ancaman terhadap MK. Tindakan intimididasi dan gangguang terhadap proses persidangan merupakan pelanggaran terhadap UU MK dan Peraturan MK a quo.
Pasal 28 B ayat (2) menjelaskan setiap orang berhak atas perlindungan dari kekerasan. Ini artinya, ketika ahli, pengunjung sidang serta para pemohon berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman kekerasan, termasuk ketika keamanan ahli yang selesai bersidang, dan juga keamanan para pemohon. Tindakan para penyerang tersebut merupakan bentuk pelanggaran pidana yaitu kekerasan terhadap barang/orang yang dapat diancam pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Berdasarkan hal tersebut, maka kami mendesak :
- Majelis Hakim MK bersikap tegas terhadap pengunjung yang mengganggu jalannya persidangan yang merupakan bentuk contempt of court:
- Pihak Kepolisian untuk melakukan proses hukum pelaku yang melakukan kekerasan/tindak pidana;
- MK dan polisi memberikan perlindungan terhadap ahli, pemohon dan pengunjung sidang.
Jakarta, 16 Maret 2010