TEMPO.CO, Jakarta – Beberapa pihak yang menolak akan penerapan Kurikulum 2013 tahun ini berencana mengajukan somasi pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka menuntut Kementerian menunda pelaksanaan Kurikulum 2013.
Pihak yang akan melayangkan somasi ini adalah Federasi Serikat Guru Indonesia, Federasi Guru Independen Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, dan Praktisi Pendidikan Romo Benny Susetyo. Somasi ini akan dilakukan akhir bulan Juli 2013 mendatang.
“Masih ada data yang harus kami kumpulkan. Kami tidak mau somasi, tapi tidak ada data,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti, di LBH Jakarta, Kamis, 11 Juli 2013.
Data tersebut, kata Retno, terkait pelatihan guru yang masih berlangsung dan tentang kepastian penerapan peminatan di SMA. “Sampai sekarang belum pasti akan diterapkan di kelas berapa,” kata dia.
Mengenai pelatihan guru, Romo Benny Susetyo menilai pelatihan tersebut gagal. Nilai rata-rata instruktur nasional yang hanya mencapai 6,3 dinilainya sebagai pembuktian tidak siapnya guru menghadapi kurikulum ini. “Metode pelatihannya hanya ceramah, tidak disampaikan ilmu pedalogi, ilmu mengajar yang sesungguhnya,” kata dia.
Kurikulum 2013 dinilai sebagai kebijakan yang cacat hukum secara formal prosedural dan materi substansial. Secara prosedural, kurikulum ini dianggap cacat karena mendahului regulasinya. “Kurikulum sudah digembar-gemborkan sejak 2012, tapi PP-nya baru ada 2013,” kata Direktur LBH Jakarta Feby Yosita.
Secara substansi, kata Feby, kurikulum ini bertolak belakang dengan undang-undang dasar. Karena isi kurikulum dianggap membingungkan, bukannya mencerdaskan kehidupan bangsa seperti tujuan pendidikan dalam undang-undang.
Selain itu, Sekretaris Jenderal FGII Iwan Hermawan menyatakan implementasi kurikulum baru ini merugikan banyak pihak, khususnya guru. “Terjadi PHK besar-besaran pada guru-guru honorer,” kata Iwan. Ia mengatakan, guru mata pelajaran Bahasa Inggris di SD dan Teknologi Informatika dan Komputer di SMP dan SMA banyak yang di-PHK. Sebab, mata pelajaran tersebut direduksi sehingga dianggap tidak diperlukan lagi tenaganya.
Penerapan kurikulum ini, kata Iwan, merupakan praktek diskriminasi. Ia menyebutkan tidak menyeluruhnya implementasi kurikulum ini, akan menyebabkan tidak meratanya kualitas siswa. “Ini juga bertentangan dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” kata dia.
Kurikulum 2013 akan diterapkan di 6.325 sekolah di 33 provinsi pada tahun ajaran mendatang, 15 Juli 2013. Kurikulum ini, menelan anggaran sebesar Rp 829 miliar.
Sumber: tempo.co