Koalisi Frekuensi Milik Publik (KFMP), sebuah koalisi antara beberapa lembaga swadaya masyarakat dan pemantau Pemilu, mengumumkan 9 nama caleg yang tidak layak dipilih pada Pemilu 2014 mendatang dengan alasan mereka terindikasi berlawanan dengan semangat mendahulukan kepentingan publik, dan sebagainya.
“Tidak mendahulukan kepentingan publik, tidak paham dunia penyiaran, serta mendukung pemanfaatan frekuensi milik publik untuk kepentingan politik partainya,” ujar Direktur Remotivi, Roy Thaniago, saat melakukan konferensi pers, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (7/4).
Menurut koalisi ini, sembilan nama tersebut diantaranya tujuh caleg petahana, satu menteri aktif, dan satu wartawan televisi. Caleg petahana dianggap telah melakukan pembiaraan atau menjadi pelaku berbagai pelanggaran hak publik dalam wilayah penyiaran. Caleg petahana tersebut antara lain, Anggota Komisi I DPR RI SNHK dari Jawa Tengah, NA dari Jawa Barat, ARS dari Jawa Barat, MS dari Jawa Barat, AGK dari Jawa Barat, Tantowi Yahya dari Jakarta, danMA dari DKI Jakarta. Sedangkan menteri aktif yang dimaksud ialah (TS) dari Sumatera Utara, dan Wartawan (AS) dari Jawa Barat.
Koalisi yang terdiri dari, Aliansi jurnalis independen Jakarta (AJI Jakarta), Center For Innovation Policy and Governance (CIPG), Gambar Bergerak, ICT Wacth, Joglo TV (TV Komunitas), Kontras, LBH Jakarta, Lingkar Studi Anak Nusantara (LISAN), Lentera Anak Indonesia, Masyarakat Peduli Media, MataMassa, Melek Massa, Pamflet, Paralegal Pemilu, Perkumpulan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI) Jakarta, Remotivi, Rumahpemilu.org, Rumah Perubahan lembaga Penyiaran Publik,dan Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SeJuk) itu, juga mengecam caleg-caleg yang memanfaatkan bahkan menekan lembaga penyiaran publik, untuk berpihak kepada kepentingannya.
“Beberapa yang masuk radar kami, adalah berlatar belakang wartawan atau petinggi media, tapi memiliki akses dan mengendalikan ruang redaksi,” tambah Roy.
Oleh karena itu, dalam siaran persnya, koalisi ini meminta kepada masyarakat Indonesia tidak memilih caleg-caleg tersebut, karena diyakini kelak mereka akan lebih mementingkan partainya dan kepentingan politiknya daripada kepentingan publik.
Sementara itu, koalisi ini juga mengumumkan lembaga penyiaran publik yang dianggap telah menyalahi frekuensi siar publik untuk kepentingan partai tertentu. Tercatat 6 stasiun televisi dianggap menjadi ‘juru bicara’ partai politik dan telah merampok frekuensi publik, diantaranya RCTI, MNC TV, Global TV, Metro TV, TV One, dan ANTV. (bawaslu.go.id)