Jakarta – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memperingati hari ulang tahunnya ke-60 hari ini. Di usianya yang tidak muda lagi, Satpol PP malah dikenal adalah sosok yang menyeramkan dan penuh kekerasan di perkotaan dan masyarakat urban.“Satpol PP justru hadir sebagai aktor utama yang menghadirkan ekekerasan di perkotaan. Wajah Satpol PP didominasi praktek kekerasan terhadap kaum miskin perkotaan dan kaum informal lainnya,” ujar Direktur Lembaha Bantuan Hukum Jakarta (LBH) Nurkholis lewat rilis yang diterima detikcom, Rabu (3/3/2010).
Razia yang dilakukan oleh Satpol PP pada sektor informal, anak jalanan, pengamen dan masyarakat miskin perkotaan seringkali disertai penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan yang sewenang-wenang serta melanggar hukum.
“Berbagai peraturan daerah (Perda) yang muncul seiring era desentralisasi juga memicu kekerasan yang terus dilakukan oleh Satpol PP. Tidak disangkal lagi, kehadiran Perda ketertiban umum di kota-kota justru semakin melegitimasi dan menjustifikasi Satpol PP untuk melakukan kekerasan terhadap rakyat miskin,” jelasnya.
Selain itu, banyak Perda yang tidak efektif dan hanya menjadi aturan dalam kertas karena tidak dapat djalankan. “Satpol PP hadir, namun gagal mengemban tugas utamanya sebagai pamong, bukan sebagai centeng. Ia gagal menjalan tugasnya sebagai penegak hukum yang adil,” katanya.
Nurkholis melanjutkan, Satpol PP merupakan cerminan dari karakteristik pememrintah daerah. Kekerasan dan represi ysng dipertontonkan oleh Satpol PP atas nama penegakan peraturan daerah menunjukkan ketidakmampuan Pemda.
“Ketidaksanggupan pemerintah daerah untuk mengelola berbgagai persoalan di wilayahnya, khususnya dalam mengelola problem-problem perkotaan dan kemiskinan tanpa kekerasan,” tuturnya.
LBH Jakarta mencatat, ada beberapa hal yang menyebabkan gagalnya Satpol PP mengemban tugasnya sebagai penegak hukum perda, antara lain masalah kualifikasi rekruitmen Satpol PP, penyalahgunaan wewenang seperti penangkapan, penahanan, dan penggeledahan.
“Kultur pendekatan dengan cara kekerasan juga bermasalah. Kami meminta pemerintah pusat untuk meninjau kembali dan mengevaluasi keberadaan Satpol PP sebagai unsur penegak hukum,” pungkasnya.
(fiq/irw)
Sumber: Muhammad Taufiqqurahman – detikNews