Sehubungan telah dikeluarkannya PP No. 78 Tentang Pengupahan dan Formula Kenaikan Upah Minimum yang menyengsarakan kehidupan para Kaum Buruh dan Rakyat Indonesia, maka dengan ini Buruh dan Rakyat Indonesia melakukan Penolakan terhadap PP tersebut dengan 5 alasan sebagai berikut:
- SERIKAT PEKERJA TIDAK DILIBATKAN DALAM KENAIKAN UPAH MINIMUM.
Keterlibatan serikat pekerja dalam menentukan kenaikan upah merupakan sesuatu yang sangat prinsip. Di seluruh dunia, kenaikan upah selalu melibatkan serikat pekerja. Dengan menetapkan formula kenaikan upah sebatas inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, maka pemerintahan Jokowi – JK telah merampas hak serikat pekerja untuk terlibat dalam menentukan kenaikan upah minimum. Ini bertentangan dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat.
Sejak 1982 di jaman orde baru, Serikat Pekerja dilibatkan dalam survey pasar untuk menentukan nilai Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Baru kemudian berunding untuk menentukan besarnya upah minimum, yang salah satu acuannya adalah hasil survey yang dilakukan secara bersama-sama. Hal ini tidak akan terjadi lagi apabila PP Pengupahan diberlakukan, karena yang menetapkan besarnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah Pemerintah (Badan Pusat Statistik). Hematnya bahwa PP Pengupahan merupakan kebijakan yang memiskinkan buruh dan pengancam demokrasi dalam hal kebebasan berserikat.
Artinya Pemerintahan Jokowi – JK lebih kejam dibandingkan dengan masa pemerintahan orde baru Soeharto. Pada masa Orde Baru, Serikat Pekerja dilibatkan dalam kenaikan upah minimum melalui mekanisme tripartit (buruh – pengusaha – pemerintah).
- UPAH MINIMUM DI INDONESIA MASIH LEBIH RENDAH JIKA DIBANDINGKAN DENGAN NEGARA-NEGARA LAIN DI ASEAN
Upah minimum di Thailand 3,5 juta, bahkan Filipina mencapai 4,2 juta, dan Cina 3,9 Juta. Sementara itu, upah minimum rata-rata di Indonesia hanya berada dalam kisaran 2 juta. Di Jakarta saja, sebagai ibu kota negara, upahnya hanya 2,7 juta. Apabila kenaikan upah ditentukan hanya sebatas inflansi + pertumbuhan ekonomi, maka setiap tahun penyesuaian upah di Indonesia hanya dalam kisaran 10 persen (bahkan bisa lebih kecil). Padahal harga kebutuhan pokok di Indonesia penuh dengan ketidakpastian.
- PP PENGUPAHAN DIDALANGI “PENGUSAHA HITAM” YANG SERAKAH DAN RAKUS
Dalam paket ekonomi jilid I s.d III, Pengusaha sudah mendapatkan semua kemudahan yang mereka inginkan. Serikat pekerja pun mendukung langkah pemerintah untuk melindungi dunia usaha dengan penurunan tarif listrik untuk industri, gas untuk industri, dan memberikan bantuan/kemudahan bagi pengusaha yang tidak melakukan PHK terhadap pekerja. Tetapi dalam paket ekonomi jilid IV, yang diterima kaum pekerja seperti susu dibalas air tuba. Kenaikan upah dibatasi hanya sebatas inflansi dan pertumbuhan ekonomi, dan bisa dipastikan nilainya akan sangat kecil sekali. Dengan kata lain, pemerintah telah membuat kebijakan yang berorientasi terhadap upah murah. Kebijakan seperti ini curang dan tidak adil bagi buruh.
- FORMULA KENAIKAN UPAH MINIMUM YANG DIATUR DALAM PP PENGUPAHAN BERTENTANGAN DENGAN KONSTITUSI.
Bahwa berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian, dan Pasal 28D ayat (2) “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Hal yang sama juga ditegaskan dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dalam PP No 78/2015 memuat bahwa Formula kenaikan upah minimum ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, hal ini mengakibatkan
- penetapan upah minimum tidak lagi berdasarkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak);
- telah mereduksi kewenangan Gubernur serta peran Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam penetapan upah minimum.
Adapun instrumen untuk memenuhi hidup layak itu adalah KHL. Tetapi dengan adanya PP Pengupahan tersebut, KHL tidak lagi dipakai sebagai salah satu acuan untuk menetapkan kenaikan upah minimum. Memang, besarnya KHL akan ditinjau setiap 5 tahun sekali. Tetapi karena kenaikan upah minimum sudah diikat hanya sebesar inflasi + pertumbuhan ekonomi, maka keberadaan KHL (meskipun ditinjau setiap 5 tahun sekali) tidak akan berarti. Kebijakan seperti ini hanya akal-akalan.
PP No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan telah melanggar Pasal-pasal dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :
Pasal 1 ayat (30) yang berbunyi :
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Pasal 4 huruf d yang berbunyi :
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:
- meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pasal 88 yang berbunyi :
- Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
- Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
- upah minimum;
- upah kerja lembur;
- upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
- upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
- upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
- bentuk dan cara pembayaran upah;
- denda dan potongan upah;
- hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
- struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
- upah untuk pembayaran pesangon; dan
- upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
- Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Penjelasan Pasal 88
Ayat (1) Yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/ buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua. Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4) Cukup jelas |
Pasal 89 yang berbunyi :
- Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:
- upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
- upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
- Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
- Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
- Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 89
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Upah minimum sektoral dapat ditetapkan untuk kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut klasifikasi lapangan usaha Indonesia untuk kabupaten/kota, provinsi, beberapa provinsi atau nasional dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum regional daerah yang bersangkutan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dalam ayat ini ialah setiap penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian perbandingan upah minimum dengan kebutuhan hidup layak yang besarannya ditetapkan oleh Menteri. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Pencapaian kebutuhan hidup layak perlu dilakukan secara bertahap karena kebutuhan hidup layak tersebut merupakan peningkatan dari kebutuhan hidup minimum yang sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan dunia usaha. |
Pasal 98
- Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
- Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar.
- Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubenur/Bupati/ Walikota.
- Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 98 Cukup jelas |
- PERSOALAN JANGKA PENDEK, DIJAWAB DENGAN JANGKA PANJANG
Krisis ekonomi seperti sekarang ini, kemungkinan hanya akan berlangsung 1 – 2 tahun. Ancaman PHK besar-besaran juga tidak terbukti. Potensi PHK, seperti yang pernah kita sampaikan (pekerja yang dirumahkan, jam kerja yang dikurangi, tidak ada lagi lembur), perlahan mulai kembali normal. Maka solusinya bukan mengeluarkan RPP tentang Pengupahan. Sebab Peraturan Pemerintah bisa berlaku hingga 20 tahun, bahkan 30 tahun. Persoalan jangka pendek, jangan dijawab dengan kebijakan jangka panjang, yang orientasinya terus-menerus memiskinkan kaum buruh.
SEHUBUNGAN DENGAN ALASAN-ALASAN TERSEBUT DI ATAS, MAKA DENGAN INI BURUH DAN RAKYAT INDONESIA MENUNTUT KEPADA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA UNTUK :
- Mencabut dan membatalkan pemberlakuan PP No 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan;
- Tidak memberlakukan Formula Kenaikan Upah Minimum berdasarkan Inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi (PDB);
- Naikkan UMP/UMK 2016 sebesar Rp. 500.000,- atau 25%
- Meminta kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk menyampaikan rekomendasi kepada Presiden agar mencabut dan membatalkan pemberlakuan PP No 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan dan menolak formula kenaikan upah minimum dengan rumus inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.
- Serikat pekerja/serikat buruh, melalui wakilnya yang duduk dalam Dewan Pengupahan, harus dilibatkan dalam menentukan kenaikan upah minium. Dengan kata lain, pada prinsipnya, kenaikan upah minimum wajib dirundingkan dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
- Meminta agar komponen KHL yang saat ini ada 60 items ditingkatkan menjadi 84 items. Dengan demikian, nantinya akan ketemu angka rata-rata upah dasar di Jabodetabek dan kota-kota industri yang lain sebesar 3,7 juta. Untuk saat ini, kenaikan upah menjadi 3,7 juta merupakan langkah yang tepat untuk memastikan agar daya beli tetap terjaga.
- Meminta agar struktur dan skala kenaikan upah menjadi wajib dilaksanakan (dan meminta adanya sanksi pidana bagi yang tidak menjalankannya), terutama bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja diatas 1 tahun.
Demikianlah alasan dan tuntutan Buruh dan Rakyat Indonesia terhadap PP No 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan untuk dicabut dan tidak diberlakukan.
Hormat kami,
Buruh dan Rakyat Indonesia.