Sedikitnya 44 tokoh agama di seluruh Indonesia mendesak dan mendukung upaya Presiden untuk menghentikan upaya kriminalisasi terhadap sejumlah petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi dan pegiat anti korupsi.
Koordinator Nasional Gerakan GusDurian Indonesia, Alissa Wahid mengatakan upaya kriminalisasi tersebut harus dihentikan karena tidak masuk akal. “Tiba-tiba mak bedunduk ada 49 tokoh GAK (Gerakan Anti Korupsi) terlibat kasus kriminal,” ujar Alissa kepada Tempo, Minggu, 4 Oktober 2015.
Menurut Alissa, para agamawan melihat telah terjadi kriminalisasi terhadap pegiat anti korupsi di tanah air. Dalangnya, Alissa mengindikasi ada pihak-pihak yang ingin melemahkan internal KPK.
Alissa tidak merinci siapakah itu, namun dilihat dari indikasinya, mencuatnya kriminalisasi pimpinan KPK bermula atas ditetapkannya Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. “Yang punya kepentingan mengkiyak-kiyuk tata kelola pemerintahan, supaya tidak mudah buat para koruptor ditangkap,” kata dia menegaskan.
Karena itu, Alissa bersama 44 tokoh agama sepakat untuk melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Dia berharap, dengan dilayangkannya surat ini, Presiden Jokowi berani untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap para pegiat anti rasuah.
Para tokoh agama itu berasumsi bahwa dilanjutkannya perkara terhadap para pimpinan KPK non-aktif maupun pegiat anti korupsi dapat menimbulkan ketidak-percayaan masyarakat terhadap hukum Indonesia. Apalagi, kata Alissa, pemerintahan Jokowi menghendaki adanya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang adil.
Sejak awal proses dugaan kriminalisasi ini mengundang kontroversi. Kata dia, kecaman dan kritik masyarakat mengalir seiring dengan keraguan masyaraat terhadap penegakan hukum di Indonesia. “Kecurigaan masyarakat semakin kuat ketika fakta terungkap mengesankan bahwa proses penegakan hukum itu dipaksakan.”
Untuk itu, mereka mendukung langkah Presiden Jokowi membentuk Tim Sembilan agar bisa mengawal proses penegakan hukum secara adil. Selain itu, ini juga untuk menghindari melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Termasuk dapat meningkatkan apatisme publik atas pemberantasan korupsi di Indonesia.
Meski demikian, para tokoh agama melihat bahwa Presiden Jokowi tidak bergerak cepat untuk menhentikan ini. Sampai saat ini tidak ada progres terkait dengan dugaan kriminalisasi pimpinan non-akitif KPK dan pegiat anti korupsi. “Justru karena itulah para agamawan mengajukan surat ini,” kata dia. (tempo.co)
Kriminalisasi 2015
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat jumlah kasus kriminalisasi yang terjadi sejak awal 2015 sebanyak 49 orang. Kriminalisasi tersebut meningkat ketika Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa menduga adanya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pihak kepolisian. Bahkan dia menilai presiden tidak cukup kuat mengendalikan kepolisian. Dalam catatannya, Presiden Joko Widodo telah dua kali meminta agar kriminalisasi dihentikan. Namun kriminalisasi masih saja berlanjut hingga kini.
“Kewenangan kepolisian begitu kuat, ini menjadi ancaman bagi demokrasi,” kata Alghiffari saat memberikan sambutan pada deklarasi Gerakan Rakyat Melawan (Geram) Kriminalisasi di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Jumat (2/10). (cnnindonesia.com)