23 Tahun Perjuangan Indra Azwan:
Mengejar Keadilan Dari Sabang sampai Merauke
Rilis Pers LBH Jakarta Nomor 2214 /SK-Rilis/XI/2016
Selesai sudah aksi Indra Azwan pejuang pencari keadilan berjalan kaki keliling Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Sejak 9 Februari 2016 Indra memutuskan kembali melakukan aksi jalan kaki untuk menggemakan tuntutannya agar oknum polisi pelaku tabrak lari putranya 23 tahun silam diadili.
Ia mengawali aksinya dari Aceh dan September 2016 yang lalu Indra telah sampai dikota terakhir yang menjadi ujung perjalanannya yakni Bali. Seluruh pulau Indonesia sudah dia susuri. Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,Papua dan berujung di Pulau Bali.
Dalam setiap kota yang dikunjunginya, Indra selalu menyambangi kantor pemerintahan setempat dan meminta para gubernur untuk membubuhkan tanda tangan dukungan di kain yang telah disiapkannya. Meskipun tidak ada hubungannya, hal ini penting bahwa benar dia telah berjalan kaki keliling Indonesia. Indra berupaya menyebarluaskan pesan aksinya melalui media, kampus dan berbagai kantor organisasi masyarakat sipil tempat dia singgah seperti LBH atau Walhi.
Aksi Jalan kaki mengelilingi nusantara ini merupakan aksi yang ke enam kalinya. Sebelumnya Indra Azwan sudah melakukan Aksi berjalan kaki dari Malang-Jakarta sebanyak 4 (empat) kali. Tak hanya itu, Indra juga pernah nekat berjalan kaki dari Malang sampai Mekkah. Meskipun aksinya terhenti di Myanmar karena alasan keamanan.
Indra menjelaskan bahwa tujuannya melakukan Aksi berjalan kaki adalah untuk menuntut keadilan bagi putranya sekaligus kampanye kepada masyarakat untuk tidak takut dan menyerah untuk memperjuangkan keadilan. Dia berharap keadilan didapat tidak hanya untuk kasus putra sulungnya tapi juga untuk kasus-kasus hukum lain yang dihadapi masyarakat kecil yang kerapkali menjadi korban ketidakadilan di seluruh tanah air.
Perjuangan Indra Azwan mencari Keadilan bermula ketika pada tanggal 8 Februari 1993, Rifki Andika, putra sulung dari Indra Azwan ditabrak oleh sebuah mobil yang melintas di dekat rumahnya sepulang dari belajar kelompok. Pengemudi mobil tersebut melarikan diri, kemudian diketahui bahwa pengemudi tersebut merupakan seorang polisi yang bertugas di wilayah Malang bernama Joko Sumantri dengan pangkat Letnan Satu. Kasus ini kemudian dilaporkan ke pihak yang berwenang, namun proses penanganan kasus ini berlarut-larut. Hal ini tidak lepas pada konteks penegak hukum pada masa orde baru. Tahun 2004 penyidikan kasus dimulai. Sidang pertama dilakukan tahun 2006, Indra sempat diminta hadir tanpa boleh memasuki ruang persidangan. Anehnya sidang baru kembali dibuka tahun 2008 dan langsung diputus majelis hakim Pengadilan Militer Kota Surabaya. Putusan No. 08 PK/MIL/2014 melepaskanLettu Joko Sumantri dengan alasan kasus tersebut sudah daluwarsa. Upaya hukum telah diajukan namun tidak mengubah putusan hakim.
Sulitnya masyarakat kecil mencari keadilan di negeri ini seperti mengingatkan kembali adagium hukum seperti pisau bermata satu yang tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah. Arif Maulana, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyatakan bahwa “Dalam perkara ini, hak atas peradilan yang jujur dan adil yang dimiliki Indra Azwan dan keluarga jelas terlanggar. Undue delay atau penundaan proses penuntasan perkara tanpa alasan sah terang-terangan terjadi. Penyebabnya tidak lain karena adanya kesengajaan untuk melindungi pelaku dengan penundaan pengusutan perkara agar sampai daluwarsa. Ini terjadi akibat sistem peradilan pidana militer yang masih tertutup dan tidak mencerminkan prinsip peradilan yang jujur dan adil. Dengan fakta tersebut,mestinya Mahkamah Agung mampu memperbaiki putusan sebelumnya”.
Harapan Bertemu Presiden Jokowi
Pada 2 Mei 2016 yang lalu ketika perjalanannya sampai di DKI Jakarta, Indra Azwan telah mengajukan surat permohonan bertemu Presiden Joko Widodo melalui kantor Sekretariat Negara. Indra menganggap saat ini hanya presiden sajalah yang bisa membantunya karena semua jalan sudah ditempuh. Oleh karenanya, Indra sangat berharap bisa bertemu langsung dengan presiden. Ada tiga hal utama yang ingin Indra sampaikan jika bertemu presiden diantaranya: Pertama, Indra Azwan berharap Presiden Joko Widodo bisa mengawal dan menyelesaikan kasus yang ia alami; kedua, Melaporkan ‘kebohongan publik’ mantan Kapolri Badrodin Haiti dalam penanganan kasusnya; Ketiga, Menyampaikan amanat tokoh-tokoh eks Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pesan tersebut dia peroleh ditengah perjalanannya di daerah Langsa, Biren, dan Tamyang Aceh.
Jika upaya tersebut gagal, Indra berjanji tidak akan lagi melanjutkan aksinya. Namun, sebelumnya, dia akan melaksanakan sholat jenazah di depan Istana Negara karena menganggap para petinggi pemerintahan di Indonesia semua sudah mati. Setelah itu, Indra akan berjalan ke Puncak Everest Himalaya untuk menancapkan bendera bertuliskan matinya hukum Indonesia.
Jakarta, 30 November 2016
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung :
Indra Azwan (081328183371)
Arif Maulana (0817 256 167)