RMOL. Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta tentang Penangguhan Upah 2013, mengakibatkan 11 ribu buruh terancam tidak dapat menikmati upah minimum provinsi (UMP) yang mulai berlaku tahun ini. Sebagai bentuk penolakan, Serikat Pekerja Nasional (SPN) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengajukan gugatan kepada Gubernur Joko Widodo (Jokowi).
Pengacara publik dari LBH Jakarta Maruli T Rajagukguk mengatakan, SK Penangguhan Upah itu disinyalir melanggar Peraturan Perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan rawan kecurangan.
“Kamis (17/10) ini akan ada putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait SK yang dikeluarkan oleh Jokowi-Ahok ini. Kawan-kawan buruh menginginkan SK itu dibatalkan dan upah mereka dibayarkan sesuai UMP,” katanya dalam jum-pa pers di kantor LBH Jakarta, kemarin.
Menurutnya, dalam fakta-fakta persidangan terbukti bahwa SK Penangguhan Upah ini cacat secara hukum dan prosedur.
“Semestinya hakim PTUN Jakarta meniru hakim-hakim PTUN Bandung yang membatalkan SK Gubernur Jawa Barat yang sekaligus membatalkan penangguhan upah pada 209 dari 257 perusahaan yang digugat. Di sini ada keberanian hakim PTUN Bandung menyatakan SK Gubernur itu cacat hukum,” ujarnya.
Dia melihat, Jokowi masih setengah hati dalam berpihak kepada kaum buruh.
“Gubernur DKI masih enggan lakukan terobosan yang berpihak pada buruh. Seharusnya warisan-warisan hukum berupa Peraturan Gubernur (Pergub) yang merugikan buruh batal demi hukum,” tandas Maruli.
Dia berharap, Jokowi-Ahok segera membenahi sistem hukum dan Peraturan Daerah (Perda) soal perburuhan. “Perda ketenagakerjaan belum direvisi dan reformasi birokrasi di DKI juga belum berjalan. Selain itu di DKI Jakarta belum ada pengusaha nakal yang ditindak tegas,” katanya.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah SPN DKI Jakarta Ramidi mengatakan, pihaknya melakukan gugatan ke PTUN Jakarta karena melihat SK Gubernur itu sarat dengan kecurangan.
“Di lapangan Jokowi mengabaikan banyak fakta. Maka dari itu, kami berharap banyak pada majelis hakim untuk membatalkan SK itu,” kata Ramidi.
Menurutnya, selama ini keberpihakan Pemprov DKI kepada kaum buruh masih kurang.
“Tujuh perusahaan yang diterima penangguhan upahnya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kami berharap PTUN mengabulkan gugatan kami dan semoga pintu hati Jokowi-Ahok segera dibukakan,” harapnya.
Ramidi menuding, proses dan syarat penangguhan upah yang diajukan perusahaan kepada Gubernur DKI Jakarta penuh dengan kecurangan, rekayasa dan manipulatif.
Penangguhan itu, katanya, melanggar beberapa ketentuan. Yaitu; UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Kepmenakertrans No.231/Men/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum, Perda Provinsi DKI Jakarta No. 6 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan dan Pergub DKI Jakarta No.42 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penangguhan Upah Minimum Provinsi.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang SPN Jakarta Utara, Halili, menyatakan akan menurunkan massa untuk mengawal keluarnya putusan PTUN Jakarta itu.
“Kami belajar dari pengalaman berperkara di PN Jakarta Utara dimana putusan sela dikabulkan setelah pengadilan dikepung ribuan buruh,” katanya.
Selama ini massa buruh selalu mengepung ruang pengadilan guna mengawal agar keadilan berpihak kepada mereka. “Buruh bersama-sama mengepung PTUN supaya kaum buruh tidak selalu direndahkan,” tambahnya. Dia menyatakan, pada sidang putusan PTUN Jakarta ini, sekitar 1500 buruh akan mengawal persidangan.
Pendamping para buruh dari LBH Jakarta Ahmad Biky mengatakan, ada beberapa permasalahan yang seharusnya menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan.
“Upaya penangguhan upah yang dilakukan perusahaan jelas menyalahi aturan, 6 dari 7 perusahaan yang digugat adalah perusahaan dengan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang dinilainya lebih tinggi dari UMP,” jelas Ahmad.
Sumber: rmol.com