Hari Rabu, 16 Oktober 2013 perwakilan sebesa ribu buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) berkumpul di Kantor LBH Jakarta. Para buruh yang didampingi oleh Marulitua Rajagukguk, S.H dan Ahmad Biky, S.H Pengacara Publik dari LBH Jakarta mengadakan Konprensi Pers menjelang Putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas gugatan yang diajukan oleh oleh para buruh mengenai Pembatalan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Penangguhan Upah kepada 7 (tujuh) Perusahaan yang ada di Kawasan Berikat Nusantara Cakung (KBN Cakung) yang ditandatangani oleh Jokowi.
Menurut Ramidi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Serikat Pekerja Nasional (SPN) DKI Jakarta Akibat adanya penangguhan upah tersebut sebelas ribu buruh tidak dapat menikmati upah minimum, padahal upah minimum merupakan jaring pengaman untuk menuju kepada upah layak.
Ramidi menjelaskan lebih lanjut, bahwa Sebelas Ribu Buruh yang tidak dapat menikmati upah mnimum tersebut menggugat Gubernur DKI Jakarta diwakili oleh DPD SPN DKI Jakarta sebagai Penggugat I dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPN Jakarta Utara sebagai Tergugat II.
Halili dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional (DPC SPN) menambahkan bahwa Besok, Kamis 17 Oktober 2013 Pukul 09.00 Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta akan memberikan putusan apakah gugatan para penggugat dikabulkan atau ditolak.
Untuk memastikan Peradilan yang mengadili gugatan pembatalan penangguhan upah tersebut berjalan dengan independen dan tidak memihak maka sekitar ribuan buruh akan mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta. Para buruh berharap Pengadilan memberikan keadilan bagi sebelas buruh tersebut, ujar Halili.
Ramidi mengatakan gugatan diajukan ke PTUN DKI Jakarta pada tanggal 2 Mei 2013 bertepatan dengan Hari Buruh, para buruh mengajukan gugatan terkait SK penangguhan yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta terhadap 7 (tujuh) Perusahaan di KBN Cakung.
Ahmad Biki Pengacara Publik dari LBH Jakarta menjelaskan beberapa hal yang bermasalah dalam penanggugan upah di KBN Cakung ini, diantaranya:
- Ketidak konsistenan pernyataan Wakil Gubernur yang di forum sebelumnya ia menyatakan bahwa PT. Kaho mendapatkan kepastian, Ahok pada saat itu menyatakan bahwa permohonan penangguhan atas nama PT. Kaho ditolak, bahkan sempat membuat nota di kertas yang menyatakan PT. Kaho Indah di tolak penangguhannya tetapi faktanya PT. Kaho Indah tetap dikabulkan penagguhannya, pernyataan Ahok ini dan sudah dijakan bukti tertulis di persidangan.
- Ada kesalahan mekanisme peraturan yang diterapkan, seharusnya yang ditangguhkan adalah Upah Minimum Sektoral (UMSP) bukan Upah Minimum Provinsi (UMP), karena secara hukum 6 dari 7 perusahaan ini merupakan sektor unggulan dan mekanisme upah mengacu kepada UMSP bukan lagi UMP.
- Tidak adanya Laporan keuangan sebagai persyaratan permohonan penangguhan upah, ada sekitar 2 perusahaan yang tidak melampirkan laporan keuangan 2 tahun terakhir.
- Keterwakilan buruh dalam mekanisme perundingan, sebenarnya tidak ada mekanisme perundingan buruh langsung dengan perusahaan, karena 50 persen lebih pekerja di KBN Cakung merupakan anggota SPN, maka seharusnya spn yang mewakili dalam perundingan.
Maruli Pengacara Publik LBH Jakarta menutup Konferensi Pers tersebut dengan mengatakan bahwa SK Gubernur DKI Jakarta mengenai penangguhan upah minimum tersebut adalah cacat secara substansi dan formil, maka sudah sepatutnya majelis hakim mengabulkan gugatan para penggugat. Majelis hakim PTUN Jakarta harus berani meniru langkah Hakim PTUN Bandung, dimana Gubernur Jawa Barat memberikan izin penangguhan upah kepada 257 perusahaan, Majelis Hakim PTUN Bandung membatalkan 209 dari 257 SK Penangguhan Gubernur Jawa Barat. Dari hal tersebut terlihat ada keberanian Hakim di PTUN Bandung dan seharusnya Hakim PTUN Jakarta juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Hakim PTUN Bandung.
Maruli lebih lanjut mengatakan “Jika majelis hakim mengabulkan, maka ini harus menjadi momentum bagi Jokowi-Ahok untuk melakukan pembenahan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta, serta diharapkan Jokowi- Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta untuk tidak ragu membuat kebijakan dan mengambil tindakan yang tidak merugikan buruh/pekerja.