Penelitian ini mencatat bahwa telah terjadi 193 kasus penggusuran paksa terhadap hunian dan unit usaha dengan jumlah korban mencapai 5.726 keluarga dan 5.379 unit usaha sepanjang tahun 2016.
Sebagian besar kasus-kasus penggusuran tersebut bertentangan dengan standar HAM yang diatur berdasarkan Komentar Umum CESCR Nomor 7 Tahun 1997 tentang Penggusuran Paksa dan United Nations Basic Principles and Guidelines on Development-Based Evictions.
Terkait dengan proses musyawarah, penelitian menemukan bahwa 71% kasus penggusuran hunian dan 84% kasus penggusuran unit usaha dilaksanakan secara sepihak tanpa musyawarah dengan warga terdampak. Akibatnya, hanya 2% kasus penggusuran hunian dan 1,9% kasus penggusuran unit usaha yang memberikan solusi yang layak bagi warga terdampak.
Aparat tidak berwenang juga marak dilibatkan untuk mengintimidasi warga terdampak saat proses penggusuran, yaitu 37,8% kasus penggusuran melibatkan aparat TNI dan 41,9% kasus penggusuran melibatkan aparat POLRI. Sementara, intimidasi alat berat digunakan dalam 25,9% kasus penggusuran.
Dalam berbagai kasus, pemerintah juga mengabaikan hak warga terdampak untuk mengajukan upaya hukum dan hak warga terdampak untuk memperoleh hak atas tanah meskipun telah menghuni tanah dalam jangka waktu yang lama.
Penelitian merekomendasikan pihak-pihak terkait untuk segera meregulasi prosedur relokasi warga terdampak pembangunan yang sesuai dengan standar HAM untuk menghindari pelanggaran HAM yang sama berulang setiap tahun.
UNDUH LAPORAN PENGGUSURAN PAKSA 2016